Sukses

Impor Turun, Neraca Perdagangan Diprediksi Surplus US$ 298 Juta

Indonesia diprediksi akan mendulang surplus pada Februari 2014 dengan perkiraan US$ 298,92 juta.

Liputan6.com, Jakarta Setelah mencatatkan defisit sebesar US$ 440 juta, Indonesia diprediksi akan mendulang surplus pada Februari 2014 dengan perkiraan US$ 298,92 juta.

Proyeksi tersebut jauh lebih rendah ketimbang ramalan Bank Indonesia (BI) sebesar US$ 760 juta serta target pemerintah di kisaran US$ 400 juta-US$ 500 juta.

Di Februari ini, Analis dari Trust Securities, Reza Priyambada memproyeksikan nilai ekspor sebesar US$ 15,20 miliar, sementara nilai impor bakal menyentuh US$ 14,90 miliar.

“Neraca perdagangan di bulan kedua ini bisa sedikit lebih baik dibanding realisasi di Januari lalu dengan perkiraan surplus US$ 298,92 juta,” menurut data yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Selasa (1/4/2014).

Dia mengaku, nilai ekspor akan kembali mengalami penurunan dari bulan sebelumnya akibat pelemahan ekspor minyak dan gas (migas) dan non migas.

Kondisi ini, menurutnya, diakibatkan karena penurunan kegiatan ekspor bahan-bahan tambang serta pengirimannya. “Itu terjadi karena melambatnya kegiatan pabrikan di negara-negara pengimpor migas dari Indonesia,” papar dia.

Hal serupa juga terjadi pada aktivitas impor. Reza memperkirakan nilai impor Indonesia akan menyusut seiring melemahnya permintaan pada beberapa golongan barang.

“Walaupun keduanya menurun tapi nilai ekspor masih lebih tinggi dari nilai impor sehingga mampu kembali meraih surplus perdagangan,” jelas dia.

Pemerintah sebelumnya memperkirakan Indonesia akan mengecap surplus neraca perdagangan sebesar US$ 500 juta pada Februari 2014. Proyeksi tersebut bakal ditopang dari kenaikan harga batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO).

"Pada Februari ini surplus neraca perdagangan masih kecil sekitar US$ 400 juta-US$ 500 juta," ujar Menteri Keuangan Chatib Basri.

Perkiraan ini, kata Chatib, dipicu karena menurunnya impor non migas dan kenaikan ekspor karena kebijakan PPh Impor Pasal 22 yang dirilis tahun lalu sudah mulai memberikan dampak tahun ini.

"PPh ini sudah mulai jalan dan ada impeknya, karena memang siklus bulan lalu ada defisit di awal tahun. Februari mulai (baik) dan makin membesar di bulan selanjutnya," ucap dia.

Senada Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro meramalkan surplus neraca perdagangan lebih konservatif dibanding BI minimal US$ 500 juta.

"Pendorongnya adalah ekspor batubara dan CPO yang lagi bagus dari sisi permintaan dan harga. Ekspor manufaktur juga bagus karena daya saing kita," tambahnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini