Sukses

Kemiripan RI dan Kolombia soal Pengelolaan Blok Migas

Badan pengawas industri hulu migas Kolombia, Agencia Nacional De Hidrocarburos (ANH) memiliki kesamaan dengan Indonesia dalam mengelola indu

Liputan6.com, Jakarta Badan pengawas industri hulu migas Kolombia, Agencia Nacional De Hidrocarburos (ANH) memiliki kesamaan dengan Indonesia dalam mengelola industri migas.  Namun, Kolombia mampu meningkatkan produksi minyak gas (migas) hampir dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.

Presiden ANH Javier Betancourt mengatakan Kolombia melakukan reformasi dalam sistem hulu migasnya mulai 2003, yaitu saat negara ini mengalihkan fungsi pengawasan industri hulu migas yang sebelumnya dijalankan oleh perusahaan minyak milik negara Ecopetrol kepada lembaga negara baru: ANH.

Javier mengatakan pemisahan ini dilatarbelakangi keinginan untuk mendapatkan lebih banyak investor yang masuk ke Kolombia, sekaligus membuat Ecopetrol lebih fokus bekerja sebagai layaknya sebuah operator.

“Kinerja Ecopetrol menjadi sangat meningkat saat ini,” kata Javier seperti yang dikutip dari situs resmi SKK Migas, di Jakarta, Jumat (4/4/2014).

ANH sendiri berfungsi sebagai regulator yang mengawasi pelaksanaan kontrak yang telah disepakati oleh kontraktor. Peran ini mirip dengan yang dijalankan oleh SKK Migas saat ini. Hanya saja, jika di Indonesia penyiapan dan tender wilayah kerja dilakukan oleh Kementerian ESDM, di Kolombia, pekerjaan ini juga menjadi wewenang daru ANH.

“ANH melakukan studi untuk mendapatkan data geologi yang akan dimasukkan dalam paket penawaran saat melakukan tender blok migas. Pelaksanaan tender dan pemilihan pemenang juga dilakukan oleh ANH.” ungkap Javier.

Hal lain yang membedakan tata kelola industri hulu migas Indonesia dengan Kolombia adalah dalam hal jenis kontrak yang digunakan. Indonesia menggunakan kontrak bagi hasil dimana output migas menjadi milik negara sampai titik serah. Di Kolombia, produksi migas sepenuhnya menjadi milik kontraktor.

Penerimaan negara dari migas didapatkan dari royalti dan pajak penerimaan (income tax). Besaran royalti berkisar antara 8%-20%, tergantung dari tingkat produksi. Besaran royalti ini berlaku untuk semua kontrak dan ditetapkan dengan regulasi.

Selain royalti dan income tax, Kolombia juga menerima yang disebut dengan x factor. Mirip dengan royalti, x factor ini juga merupakan persentase tertentu dari produksi yang diberikan oleh kontraktor, hanya saja angkanya lebih kecil.

Jika royalti ditetapkan dengan regulasi dan berlaku sama untuk semua kontrak, besaran x factor ini berbeda-beda untuk tiap kontrak dan menjadi salah satu kriteria bagi ANH dalam mengevaluasi pemenang tender wilayah kerja.

Hal lain yang membedakan adalah royalti disetorkan ke pemerintah pusat, sedangkan x factor ini disetorkan kepada ANH dan menjadi sumber dana operasional lembaga ini, termasuk dana untuk mengumpulkan data geologi dalam rangka persiapan tender wilayah kerja.

“Setiap tahun rata-rata kami melakukan investasi sebesar US$ 150 juta untuk mendapatkan data ini,” ujar Javier.

Dia menambahkan, meskipun sumber dana operasional ANH tidak berasal dari APBN, program dan anggaran tahunan lembaga ini harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan Kolombia. ANH juga harus mengembalikan apabila ada dana yang tidak terpakai sampai akhir tahun.

Lalu bagaimana pengaruh tata kelola industri hulu migas di Kolombia terhadap kinerja sektor ini di negara tersebut? Menurut data ANH, pada tahun 2003 produksi minyak Kolombia masih sebesar 528 ribu barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 105 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). Tahun 2013 lalu, produksi minyak negara ini telah mencapai 1.007.000 bph dan produksi gas mencapai 201 ribu BOEPD.

Menurut Javier, salah satu keberhasilan Kolombia dalam meningkatkan produksi migasnya adalah negara tersebut menjamin kepastian hukum investasi di negaranya. Selain itu, Kolombia sangat agresif memberikan insentif termasuk diskon royalti bagi investor yg mengelola blok-blok laut dalam.

Saat ini pun Kolombia masih agresif mencari investor, termasuk dengan menawarkan blok-blok migasnya kepada perusahaan-perusahaan migas di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, ANH menawarkan 97 blok, terdiri 57 blok konvensional onshore, 13 blok konvensional offshore, 8 blok CBM, dan 19 blok minyak dan gas shale.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.