Sukses

Kesal Pada PLN dan Pertamina, Dahlan Sampai Gebrak Meja

Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku marah besar kepada PLN dan Pertamina. Apa penyebabnya?

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengaku marah besar kepada PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). Kemarahan itu terjadi ketika  Kementerian BUMN mengadakan Rapat Pimpinan (Rapim) di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, pada pekan lalu.

Hal itu terjadi dikarenakan hingga saat ini belum ada jalan tengah antara PLN dan Pertamina mengenai pengerjaan proyek sembilan sumber panas bumi (geothermal) yang sudah dicanangkan beberapa tahun lalu.

Dalam proyek ini, Pertamina akan menjadi kontraktor pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), sementara PLN akan menjadi pembeli listrik dari pembangkit yang dikelola Pertamina.

Pada tahun lalu, keduanya sudah menyepakati penunjukan pihak ketiga untuk melakukan audit mengenai berapa biaya pengerjaan proyek dan berapa harga per kilowatt (kWh) dari listrik yang akan dihasilkan. Selain itu, kesepakatan juga dalam penentuan tingkat pengembalian investasi (IRR) sebesar 14.

Namun meskipun sudah ada kesepakatan, dan hasil audit dari yang telah ditunjuk yaitu lembaga auditor profesional bertaraf internasional dari Selandia Baru, namun pada akhirnya PLN tidak menyetujui hasil audit tersebut.

"Saya marah sekali, makanya saya tinggalkan, waktu itu saya tidak tahu berapa kali geebrak meja, karena saya pengen bagaimana geothermal itu harus menjadi kenyataan di Indoensia, kita ini bisa jadi produsen geothermal terbesar di dunia," cerita Dahlan saat ditemui di kantornya, Selasa (15/4/2014).

Menurut Dahlan, apa yang terjadi tersebut merupakan bentuk adanya ego sektoral antara dua perusahaan dalam pengerjaan proyek yang diperkirakan memiliki investasi sebesar Rp 25 triliun itu.

Untuk itu Dahlan berharap kepada PLN dan Pertamina untuk membuah jauh-jauh ego sektoral perusahaan demi masa depan bangsa. Hal itu dikarenakan kalau proyek ini tidak segera dilakukan, maka akan semakin banyak penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk listrik, hal itu justru akan menjadi kerugian yang lebih besar.

"Mereka itu sudah sepakat menujuk itu (auditor asal Selandia Baru), kok sekarang masih saja tidak setuju. Ini negara jadi yang tersandera, itu yang saya marah sekali. Saya lebih marah ini daripada hasil pemilu, karena ini negara yang di sandera, kecuali auditor itu saya yang menentukan, wong ini disepakati bersama," paparnya.

Bahkan, Mantan Direktur Utama PLN ini mengaku siap menjalani konsekuensi apa yang sudah disepakati jika dirinya masih menjadi Dirut PLN hingga saat ini.

"Kalau saya dirut saya terima apapun hasil auditnya, kalau tidak jalan bakar BBM lagi, kan lebih mahal, itu yang saya bilang tadi negara menjadi yang tersandera. Kalau ini tertunda terus, cita-cita Indonesia menjadi green energy tidak tercapai," tegas Dahlan.

Hingga saat ini, Dahlan mengaku tengah memberi waktu setidaknya dalam dua hari kedepan kepada PLN dan Pertamina untuk memikirkan kembali apa yang sudah terjadi dan disepakati. (Yas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.