Sukses

Sektor Logistik Jadi Penghalang Perbaikan Neraca Perdagangan

kendala yang dihadapi perdagangan ekspor Indonesia adalah persoalan logistik dimana hampir keseluruhan dikerjakakan oleh pihak asing.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus melakukan perbaikan neraca perdagangan dalam beberapa tahun terakhir. Namun ternyata, ada beberapa sektor yang menghambat perbaikan tersebut. Salah satunya adalah sektor logsitik.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, salah satu kendala besar yang masih dihadapi perdagangan ekspor Indonesia saat ini adalah persoalan logistik produk ekspor dimana hampir keseluruhan masih dikerjakan oleh pihak asing.

"Saat ini 95% ekspor kita masih diangkut kapal milik asing. Kondisi ini membuat kita akan berada pada posisi ditentukan, bukan menentukan," ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat (21/4/2014).

Namun melalui United Nations Conference on Trade and Develpment (UNCTAD), ia berharap hal semacam itu bisa dihilangkan. "Ke depan kita akan terus berusaha jasa jasa perdagangan ini. Logistik, pengangkutan harus mengedepankan kepentingan bangsa kita," lanjutnya.

Selain itu, Menurut Bayu, melalui UNCTAD Indonesia juga akan memperjuangkan regulasi agar memberikan kesempatan kepada petani, pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan pelaku usaha lain untuk melakukan promosi perdagangan baik di dalam maupun di luar negeri.

Bayu juga akan melindungi konsumen Indonesia dan produk dalam negeri dari serangan produk asing. Pemerintah akan mengembangkan kebijakan pengamanan perdagangan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) melalui pemberdayaan konsumen sehingga lebih cerdas dan kritis dalam memilih sebuah produk.

"Kita banyak diserang, baik bagi produk kita di pasar luar negeri maupun dengan produk asing yang masuk. Dengan jumlah konsumen yang besar, maka harus dalam cerdas memilih produk," tandasnya.

Sekedar informasi, UNCTAD dibentuk pada 1964 untuk mendorong semangat negara berkembangan (G77) memunculkan gagasan New International Economic Order (NIEO) pada periode 1970-an dan 1980-an yang menuntut alternatif terhadap sistem yang didominasi The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan Bretton Woods, serta mendorong perbaikan terms of trade, bantuan pembangunan dan penurunan tarif di nagara maju.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.