Sukses

Penguatan Rupiah Terhadang Kebijakan Amerika Serikat

Rupiah dihadang risiko kenaikan suku bunga Amerika, penurunan pertumbuhan ekonomi China dan inflasi dalam negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Menteri Keuangan Chatib Basri memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan berada di kisaran Rp 11.500 per dolar AS hingga Rp 12.000 per dolar AS pada tahun depan.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan asumsi makro yang diambil oleh pemerintah tersebut sudah sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini.

"Saat ini ada risiko baik dari domestik maupun eskternal yang bisa mempengaruhi nilai tukar," tuturnya di sela-sela acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2014 di Jakarta, Selasa (30/4/2014).

Agus menjelaskan, risiko-risiko dari luar tersebut antara lain adanya risiko peningkatan suku bunga Amerika. Dalam beberapa kesempatan, Janet Yellen, Gubernur Bank Sentral Amerika selalu memberikan sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan. Hal tersebut dilakukan setelah menimbang bahwa kondisi ekonomi Amerika sudah memperlihatkan perbaikan.

Risiko eksternal lainnya adalah perlambatan ekonomi di China. Perlambatan ekonomi tersebut membuat ekspor Indonesia ke Cina mengalami penurunan sehingga akan berpengaruh juga kepada nilai tukar.

Sedangkan risiko yang berasal dari dalam negeri antara lain adalah tantangan inflasi yang kemungkinan akan menghadang.

"Jadi saya rasa itu berdasarkan asumsi yang baik dan bukan pesimistis," jelas Agus. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini