Sukses

Prabowo dan Jokowi Belum Punya Pandangan komprehensif Soal Pajak

Tax ratio Indonesia sampai tahun ini tidak pernah mencapai lebih dari 14 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai baik calon presiden (capres) nomor urut 1 Prabowo Subianto atau capres nomor urut 2 Joko Widodo (Jokowi) tidak mempunyai pandangan yang komprehensif mengenai pajak. Fitra juga menganggap kedua calon presiden tersebut belum memandang penerimaan negara dari pajak sebagai penerimaan utama.

"Buktinya 70 persen sampai 80 persen rata-rata, sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Dalam debat semalam, Jokowi dan Prabowo nampak belum mempunyai strategi yang komprehensif dan serius tentang tata-kelola perpajakan (fiscal policy)," kata Sekjen Seknas Fitra Yenny Sucipto, di Kantor Fitra, Mampang IV, Jakarta Selatan, Senin (16/6/2014).

"Ini terlihat jelas tidak adanya keberanian mereka menentukan besaran tax ratio yang akan dicapai. Justru, Jokowi dan Prabowo lebih banyak menggantungkan sumber penerimaan dari pengelolaan sumber daya alam," sambung dia.

Untuk mengetahui kondisi dari penerimaan negara, ujar Yenny, dapat diketahui dengan melihat tax ratio atau rasio pajak Indonesia. Menurutnya, penerimaan pajak Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara yang tingkat ekonominya setara.

Masih menurut Yenny, tax ratio Indonesia sampai tahun ini tidak pernah mencapai 14 persen, ketika tahun 2013 saja hanya berkisar 12,7 persen. Dia menambahkan, belum optimalnya tax ratio Indonesia menunjukkan adanya permasalahan mendasar pada sistem perpajakan Indonesia, merujuk Komisi Anggaran Independen tahun 2012 dan Prakarsa Policy Review tahun 2012.

"Sumber penerimaan pajak belum mencerminkan asas keadilan. Wajib pajak (WP) masih didominasi karyawan atau pegawai, dan masih kecilnya kontribusi dari WP individu kaya (high wealth individuals)," papar Yenny.

Menurut Yenny, seharusnya baik Prabowo maupun Jokowi memaparkan hal tersebut yakni terkait tax ratio Indonesia dan sistem yang akan dibuat, bukan hanya bicara tentang kebocoran APBN.

"Keduanya belum ada yang jelas sama sekali terkait pengelolaan pajak itu. Keduanya hanya bicara inefesiensi, inefektivitas, atau kebocoran APBN tapi tak menyampaikan secara jelas sistem apa yang akan dilakukan," tandas Yenny. (Taufiqur Rohman/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Pajak adalah pungutan yang diwajib dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah.

    Pajak

  • APBN 2014