Sukses

Rupiah Masih Tertekan Konflik Irak

Sejak awal bulan hingga kemarin, nilai tukar rupiah merosot 2,7 persen sedangkan rupee tergelincir 2,2 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan. Kemarin, nilai tukar rupiah sempat menyentuh level Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Hari ini, rupiah berada di kisaran Rp 11.850 per dolar AS hingga Rp 11.950 per dolar AS. Penyebab pelemahan rupiah ini adalah konflik di Irak yang terus memanas.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia hari ini tercatat Rp 11.916 per dolar AS, menguat dibanding sehari sebelumnya yang tercatat Rp 11.978 per dolar AS.

Sedangkan data valuta asing Bloomberg menunjukkan pagi ini nilai tukar rupiah dibuka di level Rp 11.900 per dolar AS, menguat tipis dibanding penutupan kemarin yang berada di level Rp 11.996 per dolar AS. Namun pada pukul 10.45 WIB, nilai tukar rupiah kembali tertekan ke level Rp 11.930 per dolar AS.

Penyebab utama pelemahan rupiah adalah kenaikan harga minyak dunia. Sacha Tihanyi, analis Scotiabank, Hong Kong, menjelaskan kenaikan harga minyak dunia saat ini membuat mata uang negara-negara yang menjadi importir minyak melemah.

"Rupee dan rupiah adalah mata uang yang paling berisiko karena defisit minyak," katanya seperti ditulis oleh Bloomberg, Kamis (19/6/2014).  Alasannya, Indonesia dan India merupakan negara pengimpor minyak yang cukup besar di kawasan Asia.

Sejak awal Juni, kedua mata uang tersebut mempunyai kinerja terburuk di kawasan Asia. Sejak awal bulan hingga kemarin, nilai tukar rupiah merosot 2,7 persen sedangkan rupee tergelincir 2,2 persen.

Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual sepakat dengan apa yang diungkapkan oleh Sacha. Menurut David, pelemahan rupiah lebih disebabkan karena faktor eksternal.

"Akhir tahun lalu saya memperkirakan rupiah di kisaran Rp 11.500 hingga Rp 11.600, itu sudah memperkirakan inflasi dan defisit neraca" jelasnya kepada Liputan6.com.

Namun ternyata, ada faktor lain yang tak terduga datang. Kenaikan harga minyak mentah akibat konflik di Irak menyebabkan sentimen negatif sehingga harga minyak terus merangkak naik.

Hari ini, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus naik 81 sen menjadi US$ 114,26 per barel.

Menurut David, satu-satunya cara yang bisa membuat rupiah menguat adalah kebijakan fiskal mengenai tata kelola impor minyak dengan menurunkan jumlah impor minyak. "Kalau terus impor dalam jumlah besar kan permintaan dolar terus meningkat, kalau harga minyak naik seperti saat ini pasti akan lebih tinggi permintaannya," katanya.

Ia melanjutkan, saat ini operasi moneter sudah tidak bisa membuat rupiah menguat. "Sebenarnya Bank Indonesia (BI) bisa intervensi tetapi itu akan menghabiskan cadangan devisa dan tidak berguna sama sekali," tambahnya. (Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.