Sukses

Proyek PLTU Batang Setop, PLN Dorong Pembangunan Pembangkit Lain

Manajemen PLN mendesak percepat proyek pembangungan pembangkit listrik lainnya untuk mencegah defisit listrik terutama PLTGU Tanjung Priok.

Liputan6.com, Jakarta PT PLN (Persero) menyatakan harus ada percepatan pembangunan pembangkit listrik lain untuk mengatasi ketertinggalan. Hal itu karena Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang mengalami penundaan.

Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PLN, Murtaqi Syamsuddin mengatakan, dengan berhentinya pembangunan PLTU Batang maka tidak bisa beroperasi sesuai target 2019. Oleh karena itu, agar tidak terjadi defisit listrik perlu percepatan pembangunan pembangkit lain.

"Ya, proyek itu mundur. Tidak mungkin 2019 bisa on stream. Langkah strategisnya dengan mempercepat proyek-proyek lainnya yang seharusnya belum maka 2019 dipercepat," kata Murtaqi, seperti yang ditulis di Jakarta, Selasa (8/7/2014).

Murtaqi menyebutkan,  salah satu proyek yang dipercepat adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap  (PLTGU) Tanjung Priok dan Muara Karang.

"Meski kecil hanya 800 Mega Watt. Tapi ini bisa menopang kebutuhan yang sangat besar di Jawa bagian Barat," ungkapnya.

Menurut Murtaqi, untuk mengatasi permasalahan PLTU Batang sebenarnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sudah memiliki dua solusi. Pertama, diselesaikan secara business to business tetapi ini tidak mungkin dilakukan. Kedua, pemerintah pusat masuk tujuannya agar pembebasan lahan menjadi lebih mudah.

"Namun, PLN berharap agar ketika pemerintah pusat masuk, ini tidak akan mengubah kesepakatan harga antara BPI (Bhimasena Power Indonesia) dengan PLN," tutupnya.

PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), kontraktor pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang Jawa Tengah menyatakan melalukan penundaan pembangunan PLTU berkapasitas 2X1000 Mw tersebut.

Perusahaan yang 34 persen sahamnya dimiliki oleh PT Adaro Power (Adaro) mengumumkan penundaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Jawa Tengah setelah Jumat minggu lalu Perseroan mengirimkan surat kepada pemangku kepentingan terkait khususnya PLN dan kepada kontraktor EPC.

Dalam suratnya, BPI menyatakan terpaksa mengumumkan keadaan kahar (force majeure) dikarenakan sebagian kecil pemilik lahan yang tersisa tetap bersikeras dan secara tidak masuk akal menolak menjual lahannya tanpa alasan yang jelas dan wajar. (Pew/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.