Sukses

Euforia Politik Mereda, Rupiah Ikut Meredup

Laju penguatan rupiah yang terus terjadi sejak awal Juli tampaknya mulai terhenti.

Liputan6.com, Jakarta - Laju penguatan nilai tukar rupiah yang terus terjadi sejak awal Juli tampaknya mulai terhenti. Melanjutkan pelemahan akhir pekan lalu, rupiah kembali tertekan mengingat para pelaku pasar masih melakukan aksi wait and see terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum pada 22 Juli 2014 mengenai presiden terpilih

Data valuta asing (valas) Bloomberg, Senin (14/7/2014) menunjukkan, rupiah kembali dibuka melemah di level Rp 11.610 per dolar AS pada perdagangan hari ini. Rupiah juga sempat menyentuh level Rp 11.651 per dolar AS pada perdagangan pukul 11.47 waktu Jakarta.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan pelemahan serupa dan bertengger di level Rp 11.627 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

Pengamat valas PT Bank Mandiri Tbk, Renny Eka Putri mengatakan, nilai tukar rupiah kembali ke kisaran Rp 11.600 per dolar AS karena euforia politik telah mereda. Faktor politik memang tengah menjadi sentimen utama yang menggerakan rupiah di pasar domestik dalam beberapa waktu terakhir.

"Sekarang fokus investor asing dan domestik masih pada keputusan KPU soal siapa yang menjadi presiden pada 22 Juli. Artinya sekarang mereka masih wait and see dan menunggu hasil real count KPU," tuturnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (14/7/2014).

Menurutnya, para pelaku pasar tengah menanti apakah pemenang pemilihan presiden tahun ini sesuai dengan ekspektasi atau tidak. Meski demikian, hasil pemilu ini dinilai hanya akan mempengaruhi pergerakan rupiah dalam jangka panjang.

Para investor juga memilih untuk menahan investasinya mengingat kedua kubu menonjolkan kekuatan yang sama kuat. Selain itu, para pendukung yang fanatik juga menunjukkan kekuatan yang sama besar.

"Kini para investor tengah menunggu apakah hasil pemilihan presiden sesuai dengan ekspektasi pasar atau tidak. Kalau sesuai tentu market akan bergerak cukup positif, sebaliknya, jika tidak maka ada potensi untuk terjadi crash," jelasnya.

Rupiah akan mengalami tekanan parah jika pasar bearish berkelanjutan, dalam waktu lama dan para investor asing kabur. Artinya, pasar akan butuh waktu cukup kama untuk pulih.

"Tapi sekarang kemungkinannya masih 50:50. Kemungkinan terjadi koreksi di pasar masih ada," ujarnya.

Selain itu, nilai tukar rupiah juga melemah karena tersandung potensi penguatan dolar AS. Maklum, data-data ekonomi AS yang cenderung positif seperti pengurangan jumlah pengangguran berpotensi memperkuat dolar dan melemahkan rupiah.

Faktor berikutnya yang juga ikut melemahkan rupiah adalah kebutuhan dolar yang cukup meningkat. Renny menilai, peningkatan kebutuhan di pekan ketiga dan keempat merupakan hal yang biasa terjadi menyusul kebutuhan para pengusaha yang perusahaannya berhubungan dengan asing.

"Kebutuhan dolar pasti meningkat karena perusahaan harus membayar bunga-bunga jatuh tempo, apalagi perusahaan yang berhubungan dengan pasar luar negeri dan membutuhkan banyak dolar," tuturnya.

Prediksi Rupiah Sepekan

Renny menerangkan, rupiah dalam sepekan ke depan masih akan bergerak di kisaran Rp 11.600 per dolar AS hingga Rp 11.700 per dolar AS. Dia memperkirakan, tak akan ada faktor yang dapat membuat rupiah melemah atau menguat signifikan.

"Kami harapkan rupiah tidak akan melemah terlalu jauh hingga ke level Rp 11.900 per dolar AS dalam sepekan ini. Butuh faktor yang sangat negatif untuk menekan rupiah lebih jauh pekan ini," jelasnya.

Meski memang, terdapat pernyataan Bank Indonesia mengenai kemungkinan adanya potensi defisit transaksi berjalan yang mampu melemahkan rupiah. Tapi dia menegaskan, rupiah tak akan mengalami koreksi terlalu jauh. (Sis/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.