Sukses

Menteri ESDM Akui Penentuan Harga Jual BBM Bersubsidi Salah

Menteri ESDM, Jero Wacik menyatakan, subsidi BBM seharusnya dinikmati masyarakat bawah tapi orang kaya dan perusahaan juga turut menikmati.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengakui pemerintah tidak benar untuk menjual Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal itu karena harga jual lebih rendah dari pada harga produksi.

Jero mengungkapkan, biaya membuat Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium Rp10.500 per liter. Namun pemerintah menjualnya dengan harga Rp 6.500 per liter, hal tersebut sudah tidak benar, karena sisa angka tersebut sebesar Rp 4 ribu disubsidi pemerintah.

"Kami jual Rp 6.500 per liter, jadi kalau orang dagang bikin Rp 10.500 jual Rp 6.500 maka untung 4.000. Apa artinya ya nggak bener pemerintahnya masa jual 6.500. Ditomboki pemerintah 4.000 itu disubsidi," kata Jero Wacik, di Kantor ESDM, Jakarta, Kamis (17/7/2014).

Oleh karena itu, menurut Jero, pemerintah telah melarang penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk kendaraan tambang dan perkebunan. Pasalnya, BBM bersubsidi seharusnya digunakan oleh masyarakat yang tidak mampu bukan perusahaan yang memiliki keuntungan besar.

"Negara diwajibkan memberi subsidi pada rakyat yang tak mampu, ini kita subsidi orang kaya  yang punya land crusier. Jadi mereka sudah dilarang menggunakan solar subsidi," tutur Jero.

Jero menyarankan, agar kendaraan itu menggunakan campuran bio diesel mengingat harga BBM non subsidi harganya jauh lebih mahal. Harga bio diesel lebih murah karena diproduksi di dalam negeri.

"Mahalkan? mahal maka campurilah biofuel. Biofuel produksi dalam negeri, di tanah kita, solar impor, kalau ada perang di sana kita yang susah. Ini bio diesel dari sawit, diproduksi di tanah kita lebih murah dari solar tidak impor 10 persen sudah jalan," pungkasnya. (Pew/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.