Sukses

Bank Dunia Prediksi RI Sulit Atasi Defisit Fiskal

Indonesia memperbaiki defisit dengan memperbaiki kualitas belanja seperti pengurangan subsidi BBM dan mencegah penurunan pendapatan pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami perlambatan sekitar 5,2 persen pada 2014, sedikit lebih rendah dibanding perkiraan di kisaran 5,3 persen pada Maret 2014.

Dalam laporan perwakilan Bank Dunia di Indonesia Edisi Juli 2014 Indonesian Economic Quarterly mengemukakan, melemahnya harga komoditas dan pertumbuhan kredit merupakan kunci yang dapat membatasi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dalam waktu dekat.

Defisit fiskal yang kian membesar menambah tantangan bagi pemerintah baru yang akan dilantik pada Oktober 2014. Mengurangi risiko-risiko perlambatan pertumbuhan yang berkepanjangan dan membutuhkan pelaksanaan reformasi-reformasi yang mendesak.

"Indonesia akan memulai babak baru dari sejarahnya dan menghadapi berbagai pilihan kebijakan yang sulit, dalam waktu dekat mengatasi tekanan fiskal dan menjaga keberlangsungan defisit transaksi berjalan," kata Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves, saat memambacakan laporan Bank Dunia, di Kawasan Bisnis Sudirman, Jakarta, Senin (21/7/2014).

Salah satu pilihan sulit adalah mengatasi kerentanan fiskal, depresiasi rupiah dan naiknya harga minyak. Hal itu karena tiga faktor itu telah memperbesar defisit fiskal, karena peningkatan biaya subsidi energi. Melemahnya perolehan pendapatan negara juga memperlebar defisit fiskal.

"Akan sulit membatasi defisit sehingga hanya 2,4 persen dari PDB, seperti yang diproyeksikan dalam APBN-P 2014, terutama jika harga minyak terus meningkat. Langkah-langkah yang dapat memperbaiki kualitas belanja, melalui pengurangan subsidi BBM dan mencegah penurunan lebih lanjut dalam pendapatan pajak dan non pajak, akan dapat mengurangi defisit," tutur Ekonom Utama Bank Dunia Untuk Indonesia Ndiame Diop.

Pemerintah baru juga akan menghadapi tantangan jangka panjang dalam mengatasi ketimpangan. Tingkat kemiskinan yang tinggi telah berhasil ditekan selama dekade terakhir, namun terjadi peningkatan kesenjangan antara masyarakat yang kaya dan miskin.

"Meningkatnya ketimpangan membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi dan kohesi sosial. Kebijakan-kebijakan pro masyarakat miskin seperti perbaikan infrastruktur pedesaan, perluasan akses ke pendidikan yang berkualitas dan mobilitas pasar tenaga kerja akan mampu menikatan pendapatan keluarga yang miskin dan rentan, serta membantu ketidak setaraan," pungkasnya. (Pew/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini