Sukses

5 Perusahaan Besar yang Rentan Atas Sanksi Rusia

Sanksi yang diberikan kepada Rusia juga berdampak terhadap sejumlah perusahaan karena Rusia merupakan salah satu pasar potensial.

Liputan6.com, London - Jatuhnya pesawat Malaysia Airlines menjadi titik bali hubungan ekonomi negara Barat dengan Rusia. Sejak krisis Ukraina berkobar tahun lalu, sebagian besar sanksi ditujukan kepada individu dan perusahaan terkait pencaplokan Criema oleh Rusia.

Sanksi ekonomi terhadap Rusia ini dapat semakin diperluas. Apalagi sejumlah pejabat Uni Eropa memeriksa proposal pembatasan BUMN Rusia untuk mengakses pasar modal, memberlakukan embargo senjata, dan mengeluarkan larangan ekspor teknologi energi.

Memperketat ekonomi memang merugikan ekonomi Rusia, tetapi hal itu dinilai juga akan dirasakan perusahaan-perusahaan barat. Contohnya perusahaan di Jerman melakukan bisnis di Rusia sebagian besar usaha kecil dan menengah.

Berikut perusahaan yang rentan terhadap dampak sanksi ekonomi Rusia seperti dikutip dari laman the Guardian, yang ditulis Rabu (30/7/2014):

1. BP

Manajemen BP menyatakan bisnis akan berjalan seperti biasa dengan pemerintahan Rusia. BP memiliki sekitar 20 persen saham di perusahaan energi milik pemerintah Rusia Rosneft.

Sebuah larangan ekspor teknologi energi Eropa dapat menunda eksplorasi BP, dan membunuh harapan Rusia terhadap revolusi fracking. Namun gas tidak mungkin kena dampak sanksi Uni Eropa mengingat ketergantungan Eropa pada gas.

Selain BP, Exxon Mobil membantu Rosneft untuk bor minyak di Siberia. Sementara Shell bekerja sama dengan Rusia terhadap proyek minyak dan gas Gazprom. Sejauh ini perusahaan telah menepis ancaman apapun oleh Moskow.

2. Boeing

Cara mudah bagi Rusia untuk membalas sanksi negara Barat dengan memblokir penjualan logam yang banyak digunakan oleh perusahaan mobil dan penerbangan. Bahkan perusahaan penerbangan Boeing mendapatkan lebih dari sepertiga titanium dari Rusia, dan dipaksa untuk mencari pemasok lain yang dapat memperlambat produksi pesawat itu.

3. Unilever

Manajemen Unilever mengakui bisnis di Rusia sudah sulit. Produsen barang konsumsi ini mendapatkan kontribusi penjualan setengah dari emerging markets termasuk Rusia. Dalam beberapa tahun terakhir, emerging market berkembang. Sayangnya penjualan dari emerging market melambat baru-baru ini.

Manajemen Unilever menjelaskan pasar Rusia merupakan pasar potensial untuk menggandakan pendapatan dalam jangka panjang. Pengaruh sanksi terhadap Rusia akan mendorong perlambatan ekonomi Rusia dan membekukan keinginan usaha baru.

Chief Executive Officer (CEO) Unilever, Paul Polman mengakui pertumbuhan pendapatan di Rusia telah turun menjadi satu digit dari dua digit meski pun perusahaan terus mendapatkan pangsa pasar. Perusahaan konsumen lainnya termasuk Carlsberg juga berada dalam posisi rapuh.

4. McDonalds

Salah satu pejabat perlindungan konsumen Rusia menyatakan salah satu produk McDonald tidak sesuai ketentuan. Kasus yang dibawa lembaga perlindungan konsumen Rospotrebnadzor ini menjadi tekanan bagi perusahaan di negara tersebut seiring adanya perubahan politik.

Dalam beberapa tahun terakhir, lembaga keamanan pangan Rusia telah melarang anggur dan air dari Georgia, daging dari Polandia dan sayuran Eropa. Larangan ini diberlakukan pada saat ketegangan politik.

McDonald membuka cabangnya di Moskow pada April 1990 yang membuat antrean besar mengumumkan "penutupan sementara" dari ketiga cabangnya di Crimea. Hal ini mendorong politisi nasionalis menyerukan untuk menutup semua restoran Rusia.

Serangan anti Amerika merupakan risiko McDonald, apalagi Rusia merupakan masuk dalam pemimpin pasar global. McDonald yang belum kembali ke Crimea membuka jalan bagi produk lokal Rusburger dan Czar cheeseburger.

5. Raiffeisen Bank

Bank yang paling terkena turbulensi politik di Rusia mungkin Austria Raiffeisen Ban dan Societe Generale. Raiffeisen merupakan bank asing terbesar di Rusia. Bank ini memulai bisnisnya pada 1996.

Bisnis perbankan pun terkena dampak dari sejumlah tekanan di Rusia mulai dari nilai tukar rubel melemah, kenaikan kredit macet dan seretnya likuiditas pasar obligasi Rusia. Sejumlah lembaga keuangan Eropa pun akan merasakan konsekuensi dari menutup Rusia keluar dari pasar modal. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.