Sukses

Mata Uang Negara-negara Asia Anjlok Akibat Data Ekonomi AS

Mata uang Asia semakin mengalah pada kekuatan dolar.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Mata uang negara-negara di Asia mengalami penurunan mingguan terbesar dalam tiga bulan seiring sinyal pemulihan ekonomi AS memperkuat mendorong permintaan untuk dolar.

Pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia pada kuartal kedua tersebut menduduki puncak estimasi median dalam survei Bloomberg. Di mana angka rata-rata pengangguran jatuh ke posisi terendah dalam delapan bulan, menurut laporan data pemerintah AS di pekan ini.

Melansir laman Bangkok Post, Sabtu (2/8/2014), indeks spot dolar Bloomberg naik 0,9 persen dalam lima hari terakhir perdagangan, terbesar sejak November. Amerika Serikat dan Eropa meningkatkan tekanan terhadap Rusia atas Ukraina dan adabta default pada pembayaran utang di Argentina.

"Mata uang Asia semakin mengalah pada kekuatan dolar," kata Mitul Kotecha, Kepala Strategi Valuta Asing untuk Asia-Pasifik Barclays Plc.

Indeks dolar Bloomberg-JPMorgan Asia, yang melacak 10 mata uang kawasan paling aktif termasuk yen, turun 0,4 persen dari posisi pada 25 Juli. Rupee India melemah 1,8 persen untuk minggu ini, dan mencapai terendah tiga bulan dari 61,19 per dolar pada Jumat.

Mata uang baht dan ringgit masing-masing turun 1,2 persen masing-masing menjadi 32,23 dan 3.213 per dolar. Pasar keuangan Malaysia dan Indonesia ditutup selama 2 hari pada 28 Juli dan 29 untuk liburan Idul Fitri.

Namun nilai tukar rupiah pada satu bulan ke depan rupiah turun 2,3 persen dibandingkan 25 Juli, ini angka terbesar sejak November sebesar 11.910 per dolar AS.

Produk domestik bruto AS tumbuh 4 persen dari April sampai Juni, melebihi estimasi median 3 persen dari ekonom dalam survei Bloomberg dan setelah menyusut 2,1 persen pada kuartal pertama, menurut laporan.

Pengaruh lain yang mengikuti mata uang Asia adalah Argentina yang dikabarkan terancama gagal membayar utang meski ini kemudian ditampik sang Presiden negara ini.

Sementara Baht menyelesaikan penurunan terbesar selama lima hari tahun ini setelah mencapai level tertinggi dalam delapan bulan ke posisi 31,74 per dolar pada 23 Juli.

Thailand mencatat surplus current account sebesar US$ 1,8 miliar pada Juni, kelebihan pertama dalam tiga bulan, setelah impor jatuh 14,1 persen dari tahun sebelumnya.

"Surplus besar datang dari kontraksi tajam dalam impor, yang kemungkinan akan mempengaruhi perekonomian dalam jangka panjang," kata Komsorn Prakobphol, Ahli strategi investasi Tisco Financial Group di Bangkok.

Peso Filipina melemah 1,1 persen menjadi 43,685 per dolar, penurunan mingguan terbesar dalam empat bulan. Bangko Sentral ng Pilipinas menaikkan suku bunga yang membayar pemberi pinjaman untuk deposito overnight menjadi 3,75 persen dari rekor rendah sebesar 3,5 persen pada 31 Juli.

Won Korea Selatan turun 1,1 persen dalam lima hari terakhir menjadi 1.037,10 per dolar. Di tempat lain di Asia, dolar Taiwan terdepresiasi 0,1 persen menjadi 30,069, yuan China menguat 0,19 persen menjadi 6.179 dan Dong Vietnam stabil di 21,23. (Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini