Sukses

Batasi Solar Bersubsidi, Ini yang Wajib Dilakukan Pemerintah

Ketua KNTI, Riza Damanik menilai, pemerintah juga perlu membangun infrastruktur bagi nelayan dan menambah modal terkait pembatasan solar.

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pemerintah yang melakukan pembatasan penjualan solar bersubsidi di sejumlah wilayah termasuk pemotongan alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) sebesar 20 persen dinilai akan semakin memberatkan nelayan lokal terutama nelayan kecil.

Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisonal Indonesia (KNTI), Riza Damanik mengakui pemotongan ini memang akan sangat merugikan nelayan kecil. Namun, ada hal-hal yang bisa dilakukan pemerintah agar pemotongan ini tidak menjadi beban tambahan bagi nelayan.

"Pembatasan solar ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi nelayan kecil jika dipastikan bahwa solar tersebut tidak disalurkan lagi untuk kapal-kapal di atas 30 gross ton (GT)," ujar Riza di Jakarta, Selasa (5/8/2014).

Menurut Riza, akan lebih efektif jika solar yang biasanya disalurkan untuk kapal-kapal di atas 30 GT tersebut dialihkan kepada kapal nelayan kecil yang rata-rata berkapasitas di bawah 30 GT.

"Juga dipastikan nelayan dengan kapal di bawah 30 GT dapat dengan mudah baik secara kualitas maupun kuantitas mengakases solar subsidi. Jangan seperti sebelumnya dimana mereka malah tidak mendapatkan solar subsidi ini," lanjutnya.

Selain itu, pemerintah juga dituntut untuk membangun infrastruktur dan memberikan bantuan modal bagi nelayan kecil sebagai kompensasi pemotongan alokasi solar ini.

"Perlu ada sosialisasi, perlu pembangunan infratruktur bagi nelayan, perlu diberikan dukung permodalan untuk meningkatkan kegiatan produksi. Kepentingan kita disana. Sehingga tidak memberikan dampak signifikan asal substansi itu bisa dijalankan," kata Riza.

Meski demikian, Riza menyatakan nelayan kecil lokal akan mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi asalkan tetap dalam  konteks untuk tidak mengurangi apalagi menghilangkan hak-hak masyarakat nelayan kecil.

"Dalam upaya untuk mendorong efektifitas dan efisiensi penggunaan BBM subsidi di Indonesia dan menyelamatkan defisit neraca perdagangan, nelayan memberikan dukungan pembatasan BBM subsidi ini," tandasnya.

Seperti diketahui berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014, pemerintah dan DPR sepakat untuk memangkas kuota BBM subsidi dari  48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl.

Untuk menjaga agar konsumsi BBM bersubsidi tidak lebih dari kuota tersebut, telah diterbitkan Surat Edaran BPH Migas Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Dalam surat tersebut ada empat cara yang ditempuh, sebagai langkah pengendalian. yaitu, peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus.

Pembatasan waktu penjualan Solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai  tanggal 4 Agustus 2014, akan dibatasi dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 08.00 WIB.

Tidak hanya Solar di sektor transportasi, mulai tanggal 4 Agustus 2014, alokasi Solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30GT. Selanjutnya, terhitung mulai 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan. (Dny/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.