Sukses

Pemangkasan Alokasi Solar Gerus Daya Saing Nelayan Lokal

Hasil laut dan perikanan menjadi salah satu komoditas yang bebas diperdagangkan antar negara ASEAN.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik menilai salah satu kebijakan pemerintah mengendalikan konsumsi subsidi BBM dengan memangkas pasokan solar bersubsidi bagi lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) sebesar 20 persen membuat nelayan Indonesia semakin tidak kompetitif.

"Kebijakan yang tidak memberikan jaminan akses solar subsidi bagi nelayan kecil maka akan memberikan ancaman cukup serius bagi perekonomian Indonesia, khususnya setelah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015," ujanya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (9/8/2014).

Dia menjelaskan, pada saat pasar tunggal ASEAN berlangsung, hasil laut dan perikanan menjadi salah satu komoditas yang bebas diperdagangkan antar negara di kawasan Asia Tenggara ini. "Pada MEA nanti, salah satu hasil produk yang diliberalisasi itu adalah komoditas perikanan," lanjutnya.

Dengan tidak kompetitifnya nelayan lokal, maka besarnya kebutuhan masyarakat akan ikan tidak dapat diimbangi oleh hasil produksi ikan dalam negeri.

"Maka ini juga akan berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan pangan domestik kita. Karena konsumsi pangan kita dari sektor perikanan paling tidak sebesar 35 kilogram (kg) per kapita per tahun. Artinya, seluruh masyarakat Indonesia telah menjadikan komoditas perikanan sebagai kebutuhan pangan utama," kata dia.

Riza menyatakan, dengan demikian Indonesia akan dibanjiri hasil perikanan luar negeri sebagai jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan ikan yang terus bertambah.

"Kalau kita tidak hati-hati dan gagal berproduksi di dalam negeri, maka Indonesia akan dibanjiri oleh ikan-ikan asing. Laut kita juga akan dibanjiri kapal asing. Kalau kegiatan perikanan terganggu karena adanya beban biaya produksi yang tinggi akibat solar ini, maka akan terganggu tata produksi, tata niaga dan tata konsumsi ikan. Dan pada ujungnya juga akan menciptakan pengangguran baru," tandasnya. (Dny/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini