Sukses

BI: Utang Semakin Besar, Harga BBM Subsidi Harus Naik

Indonesia harus mencontoh Kamboja dan Filipina dimana BBM dijual dengan menggunakan harga pasar.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pasalnya, selama ini negara membiayai subsidi dengan berhutang dan hal tersebut sangat membebani anggaran negara.

Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan besaran impor BBM yang harus dilakukan oleh Indonesia mencapai US$ 3,5 miliar-US$ 4 miliar per bulan atau sekitar Rp 37 triliun hingga Rp 42 triliun per tahun.

"Kenapa kita harus impor? Pertama karena negara terus tumbuh sehingga butuh energi. Ekonomi yang bergerak tidak diimbangi dengan menaikan produksi minyak, malah justru turun. Sedang impor ini perlu dibayar dengan devisa," ujarnya saat diskusi di Kantor Ansor, Jakarta Pusat, Jumat (19/92014).

Menurutnya, dalam jangka menengah-panjang, yang harus dilakukan pemerintah yaitu dengan menambah  suplai energi dengan mencari ladang minyak baru. "Tetapi selama harga BBM tetap disubsidi maka demand terhadap energi tetap pada BBM. Maka kita juga tetap mencari sumber energi lain," lanjutnya.

Untuk jangka pendek, Indonesia harus mencontoh Kamboja dan Filipina dimana BBM dijual dengan menggunakan harga pasar. "Kalau tidak begitu, maka tidak ada insentif bagi energi lain, kerena kalah dengan BBM yang disubsidi pemerintah. Harga BBM kita terlalu rendah karena subsidi pemerintah," kata dia.

Meski demikian tingkat inflasi tetap harus menjadi pertimbangan pemerintah dalam menaikan harga BBM. Mirza menjelaskan, jika pemerintah tidak menaikan harga BBM subsidi maka inflasi berada pada kisaran 5,32 persen di akhir 2014.

"Tapi risikonya kuota BBM yang 46 juta barel itu tidak cukup. Tetapi kalau dinaikan Rp 3 ribu per liter pada akhir tahun bisa mencapai 9 persen. Karena kalau naik per seribu rupiah, inflasi naik 1 persen-1,5 persen," ungkapnya.

Meski demikian, pemerintah harus bergerak cepat untuk mengatasi hal ini. Pasalnya anggaran subsidi ini dibiayai dari utang.

"Kalau tidak dinaikan, subsidi membengkak. Dan defisit (APBN) ini didanai dari pinjaman. Kalau subsidi makin besar artinya pengeluaran makin besar. Untuk subsidi sekarang Rp 400 triliun, itu yang membiayai adalah utang, jadi kalau kita tidak suka pemerintah berutang, maka kurangi subsidi," tandasnya. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.