Sukses

Ini yang Harus Dilakukan Jokowi-JK Buat Berantas Mafia Migas

Butuh tindakan kompehensif oleh Jokowi untuk menihilkan mafia migas yaitu kombinasi antara perbaikan revolusi mental dan sistem.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok mafia minyak dan gas (migas) di Indonesia telah menguasai jaringan dalam bisnis yang menggiurkan ini. Mafia migas bersuka cita di atas kehidupan masyarakat yang serba melarat. Presiden Joko Widodo didesak untuk segera memberantas mafia migas hingga keakar-akarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman mengatakan, butuh tindakan kompehensif oleh  Jokowi dan Jusuf Kalla untuk menihilkan mafia migas. Tindakan itu menyangkut kombinasi antara perbaikan revolusi mental dan sistem, serta keadilan hukum tanpa pandang bulu.

"Kuncinya Jokowi-JK harus punya skema sikat mafia di hulu dulu lalu ke hilir. Selanjutnya jangan sampai skema yang disusun hanya menyingkirkan mafia lama tapi tumbuh mafia baru, kemudian benahi sistem tata kelola migas nasional," ucap dia di Diskusi Publik Migas Untuk Rakyat di Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Tindakan lainnya, kata Erwin, mengambil alih seluruh kontrak tambah dan migas yang telah habis masa berlakunya serta fokus membangun dua kilang baru berkapasitas masing-masing 400-500 ribu barel per hari.

Terkait rencana pembentukan satuan tugas anti mafia migas dari Jokowi, dia menegaskan, seluruh proses rekrutmen satgas harus digelar secara transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi publik.

"Dalam bekerja, satgas jangan pandang bulu, hanya berani pada maling BBM kelas teri tapi juga kakap. Jadi pemerintah Jokowi-JK mesti selektif dalam rekrutmen satgas anti mafia migas, termasuk anggota kabinet," harap Erwin.

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Geopolitik Ekonomi Global Future Institute, Hendrajit mengaku tanpa skema kuat mulai dari pemberantasan hulu ke hilir, Jokowi-JK akan kesulitan menihilkan mafia migas.

"Kalau skemanya nggak tahu mau apa, omong kosong Jokowi-JK bisa memberantas mafia migas," ujarnya.

Jokowi, kata Hendrajit harus mempertimbangkan beberapa aspek dalam menjaga kedaulatan energi, yakni avalibility, aksesibility dan affordability.

Dijelaskannya, availibility menyangkut ketersediaan minyak. Jika Indonesia tidak bisa memperoleh sumber-sumber minyak dan kilang minyak baru, maka akan rawan bagi kedaulatan energi Indonesia ke depan.

"Seperti China yang nggak punya sumber minyak, tapi dia sudah dapat komitmen pasokan dari negara kaya minyak Uzbekistan, Kaspia, Kazakhstan yang punya cadangan 30 triliun barel karena alasan geografis. Jadi China sudah punya jaminan ketersediaan dari lumbung minyak dunia," pungkas Hendrajit. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.