Sukses

Saran Pengusaha Supaya RI Tahan dari Krisis

Subsidi energi menyerap anggaran negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Krisis ekonomi sangat rentan terjadi kepada sebuah negara dengan kondisi struktur keuangan yang rapuh. Kekuatan domestiknya tak menjadi benteng pertahanan menghadapi gempuran sentimen asing.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi mengungkapkan, krisis keuangan bisa sewaktu-waktu menimpa Indonesia, seperti pada 1998, 2008, dan 2013 lalu. Bagaimana caranya untuk terhindar dari krisis?

Menurutnya, pemerintah harus menurunkan level defisit transaksi berjalan dan defisit anggaran serendah mungkin dari Gross Domestik Product (GDP).

"Salah satu langkah paling ampuh dan cepat mempersempit defisit dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan mengurangi subsidi energi," ungkap Sofjan usai menghadiri Seminar Nasional HUT Lembaga Penjamin Simpanan di Jakarta, Selasa (23/9/2014).

Kata dia, subsidi energi menyerap anggaran negara hingga ratusan triliun rupiah setiap tahun. Sehingga kondisi tersebut membuat postur APBN semakin tidak sehat.

"Dengan kenaikan harga BBM atau mengurangi subsidi energi, pertumbuhan ekonomi lebih suistanable. Defisit transaksi berjalan bisa langsung terbantu," terangnya.

Cara kedua mengantisipasi krisis adalah memperkuat investasi dari dalam maupun luar negeri sehingga menyerap aliran dana masuk ke Indonesia. Target ini dapat terealisasi jika pemerintah membenahi kebijakan maupun peraturan yang ada selama ini.

"Perbaiki peraturan-peraturan pemerintah yang justru bisa mengganggu ekonomi kita. Permudah perizinan investasi sehingga makin banyak penanam modal yang tertarik investasi di sini," jelas Sofjan.

Dan dalam pergantian pemerintahan, dia bilang, seluruh pihak termasuk para pengusaha tengah menantikan pembentukan struktur kabinet lengkap Joko Widodo-Jusuf Kalla.

"Presiden baru harus menyeleksi siapa-siapa yang masuk di kabinet supaya membangkitkan kepercayaan orang terhadap pemerintahan mendatang. Kami menunggu itu, karena pemerintah harus berani mengambil risiko untuk mencegah krisis," pungkas Sofjan.(Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.