Sukses

Tim Transisi Godok Skema Kenaikan Harga BBM, Ini Kata Ekonom

Tim transisi Jokowi-JK tengah menggodok skema penyesuaian harga BBM subsidi. Skema mana yang terbaik?

Liputan6.com, Jakarta - Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sedang menggodok skema penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, yakni subsidi tetap dan kenaikan harga bertahap. Dalam hal ini, Ekonom menyarankan agar pemerintah baru dapat mengambil kebijakan subsidi tetap.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti mengimbau pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM subsidi sekira 30 persen-50 persen dalam waktu dekat. Setelah itu, langsung menjalankan subsidi tetap.

"Bolehlah naikan harga BBM 30 persen (Rp 2.000) sampai 50 persen (Rp 3.250 per liter), jika penyesuaian harga sebesar Rp 4.500 per liter terlalu ekstrem. Tapi langsung berlakukan subsidi tetap," saran dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Kamis (25/9/2014).

Pada model ini, dijelaskan Destry, pemerintah mengunci besaran subsidi yang akan diberikan ke masyarakat. Namun lanjutnya, masyarakat harus terbiasa dengan kondisi turun naik harga BBM subsidi.

Jadi jika ada kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sehingga menyebabkan harga BBM harus naik, maka masyarakat harus siap dengan konsekuensi kenaikan harga lagi.

Sedangkan jika nilai tukar rupiah menguat dan harga minyak internasional merosot, masyarakat akan menikmati penurunan harga BBM.

"Harga keekonomian BBM misalnya Rp 11.000 per liter, lalu pemerintah memberi patokan subsidi tetap Rp 2.000 per liter, jadi harga BBM subsidi Rp 9.000 per liter. Kalau di luar harganya naik, maka yang Rp 9.000 itu harus naik dan ditanggung konsumen. Pemerintah tetap cover Rp 2.000," ucapnya.

Pemerintah, sambung dia, juga harus menentukan jumlah kuota BBM subsidi yang akan dijamin anggaran negara. Sebagai contoh, dia mengasumsikan volume di bawah target APBN atau dari 46 juta Kiloliter (Kl), pemerintah hanya meng-cover 30 juta atau 40 juta Kl pada tahun itu.
"Konsumsi supaya lebih rasional. Sekarang kan sudah nggak rasional, karena orang nggak pernah mau efisien dan potensi penyelundupan sangat besar mengingat ada disparitas harga yang tinggi antara BBM subsidi dan non subsidi," terang Destry.

Dia menilai, harga jual BBM subsidi yang mendekati harga keekonomian akan mengurangi permintaan terhadap bahan bakar ini. Dan akhirnya masyarakat, sambungnya, lebih memilih menggunakan transportasi umum.

"Makanya Pak Jokowi harus mengalihkan penghematan dana kenaikan harga BBM subsidi untuk membenahi transportasi umum dan merevitalisasi bahkan membangun taman sebagai paru-paru kota. Dengan begitu, masyarakat memperoleh manfaat dari kebijakan penyesuaian harga," tegas dia.

Destry pun menghitung, rencana kenaikan harga BBM subsidi Rp 2.000 per liter, dapat menyusutkan impor minyak mentah hingga US$ 3 miliar-US$ 4 miliar.

Sebelumnya diberitakan, Anggota Kelompok Kerja APBN Tim Transisi Jokowi-JK, Arif Budimanta mengatakan, dua model kenaikan harga BBM yang saat ini sedang disimulasikan yakni subsidi tetap dan kenaikan harga secara bertahap.

"Model subsidi tetap atau kenaikan gradual rendah menimbulkan dampak inflasi yang kecil juga," ujarnya. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini