Pasar Obligasi Vietnam Tumbuh Tercepat di Asia Timur

Liputan6.com, Ho Chi Minh - Pasar obligasi pemerintah Vietnam tahunan tercatat naik rata-rata 23 persen selama lima tahun terakhir. Ini pun menjadi pertumbuhan tercepat di negara berkembang Asia Timur dan ASEAN + 3 negara lainnya, menurut laporan terbaru Komisi Sekuritas Negara Vietnam (SSC).

Sejak September 2009, Bursa Efek Hanoi telah mengangkat lebih dari US$ 30,78 miliar lelang obligasi untuk mengamankan pendanaan jangka menengah dan jangka panjang untuk investasi pembangunan.

Kantor Perbendaharaan Negara telah mengangkat US$ 24,14 miliar atau 13 kali lebih tinggi dari pada periode 2000-2008, melansir laman Saigon Times, Sabtu (27/9/2014)

Sejak 2012, lelang obligasi telah menjadi saluran utama untuk meningkatkan modal. Dengan nilai mobilisasi meningkat secara bertahap. Pada 2013, US$ 9,13 miliar atau 18 persen dari total investasi dalam perekonomian

Likuiditas di pasar juga telah meningkat kuat dari US$ 17,17 juta per sesi pada 2009 menjadi lebih dari US$ 127,0 juta per sesi pada semester pertama tahun ini.

Saat ini, bank adalah investor utama obligasi, memegang 86 persen dari nilai portofolio obligasi. Perusahaan asuransi, manajer investasi dan asing juga masuk di dalamnya.

Sejak 2011, rasio partisipasi asing telah melonjak menjadi 20- 30 persen di pasar sekunder dan 12 persen di pasar primer.

Menurut Asian Development Bank (ADB), obligasi mata uang lokal Asia Timur ini telah berlangsung dengan baik sejauh ini pada tahun ini.

Negara berkembang Asia Timur tersebut termasuk China, China, Hong Kong, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam.

Hanya saja, kenaikan lebih awal dari yang diantisipasi AS, pasar properti perlambatan di China, dan penghindaran risiko yang lebih tinggi dan inflasi akibat ketegangan Timur Tengah dapat merusak itu.

Vietnam adalah pasar obligasi mata uang lokal yang paling cepat berkembang, baik pada kuartal dan tahunan. Namun, China tetap menjadi pasar terbesar di Asia, dengan nilai obligasi yang beredar US$ 4,9 triliun. (Nrm)