Sukses

Pengamat: Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Realistis

Dalam draf RAPBN, direncanakan subsidi BBM sebesar Rp 276 triiliun. Mesti turun sebanyak Rp 15 triliun, angka itu dinilai terlalu tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat melihat bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,8 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 merupakan angka yang cukup realistis.

Pengamat Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, Ina Primiana menjelaskan, target pertumbuhan ekonomi yang disepakati oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut cukup bisa tercapai asalkan didukung oleh menteri-menteri yang profesional saat menjalankan program-programnya.

"Artinya menteri semuanya berjalan cepat mengerti masalah yang dihadapi, itu tidak ada masalah," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Senin (29/9/2014).

Ina menerangkan, salah satu program yang perlu dengan cepat direalisasikan oleh pemeirntah mendatang adalah mendorong sektor riil yang selama ini dianggap mandek karena terkendala permasalahan bahan bakar minyak (BBM) dan distribusi listrik.

Pemerintah seharusnya bisa menekan anggaran subsidi BBM. Dalam draf APBN, direncanakan subsidi BBM sebesar Rp 276 triiliun. Mesti turun sebanyak Rp 15 triliun angka itu dinilai terlalu tinggi.

Oleh sebab itu, menurutnya anggaran tersebut dipindahkan atau dialokasikan ke sektor yang lebih produktif.

Adapun alternatif menekan alokasi subsidi BBM dengan cara penyediaan transportasi massal, sehingga orang beralih dari transportasi pribadi ke umum.

"Harus ada penyediaan transportasi massal terintegrasi dan menggunakan kendaraan bukan pribadi. Lalu dia tidak menggunakan kendaraan lebih dari satu," lanjut dia.

Meskipun cukup optimis, Ina melihat akan ada ancaman besar di tahun depan yaitu mengenai berencana menaikan suku bunga yang akan dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserved (The Fed) pada akhir tahun 2015.

Dia menuturkan, selama ini banyak investor dalam menjalankan usahanya dari pinjaman luar negeri. Untuk itu perlu ada kebijakan dengan memberikan suku bunga rendah sehingga dana tidak keluar dari Tanah Air.

"Harus sinergi kebijakan BI dan Kementerian Keuangan dan Kementeria Perindustrian. Sektor mana yang didukung suku bunga rendah," tandas dia. (Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini