Sukses

Subsidi Energi Jadi Tantangan yang Dihadapi Jokowi-JK

Mengurangi subsidi energi menjadi tantangan ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dalam waktu dekat.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) akan dilantik pada 20 Oktober 2014. Harapan baru pun disematkan kepada pimpinan yang langsung dipilih oleh rakyat ini.

Tugas pemerintahan baru Jokowi-JK dinilai berbagai kalangan terutama ekonom memang tidak mudah. Apalagi tugas menjaga pertumbuhan ekonomi bahkan kalau bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ekonomi global melambat juga menjadi tantangan. Apalagi International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas proyek pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,3 persen.

Tak hanya itu saja, menurut pengusaha Sandiaga Uno, pemerintahan Jokowi-JK juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing, memperluas kesempatan kerja, menanggulangi kemiskinan dan memiliki keunggulan kompetitif.

Namun tantangan dalam waktu dekat yang dihadapi Jokowi-JK yaitu mengurangi subsidi energi dengan harapan dana subsidi dapat dialihkan ke sektor infrastruktur. Dana subsidi energi di Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2015 tembus Rp 344,7 triliun.

Ekonom Standard Chartered, Erick Alexander menuturkan, dana subsidi besar tersebut seharusnya  dapat dialihkan ke sektor lain untuk membangun infrastruktur. Dengan ada pembangunan infrastruktur diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Erick optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tembus 5,5 persen pada 2015 asal pemerintahan Jokowi dapat menjaga daya beli masyarakat.

Menurut Erick, bila pemerintah baru menaikkan harga BBM bersubsidi maka dampaknya jangka pendek. Oleh karena itu, pemerintahan baru perlu memiliki program kompensasi dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan segera merealisasikan pembangunan infrastruktur.

 "Pertumbuhan ekonomi global memang melambat, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar ditopang oleh konsumsi domestik selama daya beli masyarakat terjaga maka pertumbuhan ekonomi terjaga," ujar Erick, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (19/10/2014).

Senada dengan Erick, Ekonom PT Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih mengatakan, postur RAPBN 2015 yang salah satunya dapat diutak atik oleh pemerintahan baru yaitu soal subsidi energi. Melihat kondisi itu, Jokowi-JK diharapkan dapat mengalokasikan subsidi energi untuk pembangunan infrastruktur.

"Realokasi subsidi energi segera diwujudkan untuk membantu menahan penurunan pertumbuhan ekonomi. Dengan membangun infrastruktur maka ada multiflier effectnya," kata Lana.

Selain itu, Lana juga mengimbau pemerintahan baru dapat menekan impor agar memperkecil defisit anggaran. Selama ini Indonesia tergantung dari impor terutama mesin, pangan, dan lainnya.  Produsen juga melihat Indonesia hanya sebagai pasar potensial sehingga membuat masyarakat Indonesia semakin konsumtif.

Apalagi mengingat rupiah kembali menembus level 12.000 terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang salah satunya dipicu impor besar. Lana menyarankan, pemerintah dapat mendorong industri hulu dan hilir agar tidak tergantung impor.

"Produsen itu hanya melihat Indonesia sebagai pasar potensial sehingga mendorong masyarakat semakin konsumtif. Seharusnya mereka membangun pabrik di Indonesia jadi tidak hanya dirakit di sini. Toh kalau hanya dirakit juga impor," tutur Lana.

Di sisi lain, Erick yakin, foreign direct invesment (FDI) akan tetap bagus karena sudah ada kepastian pemerintahan baru. Hal ini mendorong aliran dana investasi asing bukan hanya portfolio saja diharapkan masuk ke Indonesia. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.