Sukses

Koalisi Merah Putih dan The Fed Ancam Gerak Rupiah

Ekonom memperkirakan, gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih akan dibayangi ketidakpastian situasi domestik dan global.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom memperkirakan gerak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih akan dibayangi ketidakpastian situasi dari dalam maupun luar negeri, terutama persoalan politik di Tanah Air serta rencana kenaikan suku bunga AS The Federal Reserve/The Fed.

Ekonom PT Bank Danamon Tbk, Anton Hendranata mengakui penguatan kurs rupiah terhadap dolar AS sejak Jumat lalu dipengaruhi dua momen besar yang terjadi di Indonesia.

"Sebenarnya ekonomi nggak bergerak kemana-mana, karena penguatan dolar AS masih tinggi. Tapi beberapa hari ini positif karena investor melihat pertemuan antara Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Senin (20/10/2014).

Pertemuan Jokowi-Prabowo pada pekan lalu, sambung Anton, mampu mengerek nilai tukar rupiah. Investor, tambahnya, semakin yakin jika suhu politik di Tanah Air mulai mereda dengan kehadiran Prabowo di acara Pelantikan Jokowi-Jusuf Kalla hari ini.

"Pergerakannya pada Jumat lalu 15-20 menit itu kencang sekali sampai 100 poin. Ditambah lagi dengan kehadiran Prabowo di acara pelantikan. Jadi pasar menilai tensi politiknya menurun, lalu bergerak tapi bukan karena Jokowi Effect karena dia kan belum melakukan apa-apa," paparnya.

Dia mengatakan, dua momen tersebut mampu membuat seluruh rakyat Indonesia maupun investor merasa nyaman. Pelantikan Presiden dan Wapres pun berjalan dengan lancar sehingga nilai tukar rupiah menguat ke level Rp 12.025 per dolar AS, dan kemudian sempat melemah lagi Rp 12.030 per dolar AS. Kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah di kisaran 12.041 pada 20 Oktober 2014 dari periode 17 Oktober 2014 di kisaran 12.222.

"Ini hanya sentimen sementara di mana pelemahan rupiah tidak bisa tertahankan lagi, karena ketidakpastian masih ada. Bisa saja ketarik lagi lantaran kenaikan interest rate dan politik," terang Anton.

Dirinya mewaspadai hal-hal yang mungkin bisa terjadi karena kondisi politik yang belum sepenuhnya terjalin dengan baik meski Jokowi-Prabowo saling bertemu.

"Nggak bisa bilang mereka sudah baikan, namanya juga politik. Cuma buat image baik, tapi di belakang menusuk. Nggak sesederhana itu, karena Prabowo berubah drastis itu adalah mukjizat," tandas Anton.

Hal senada dikatakan Ekonom BCA, David Sumual. Ia mengatakan, rupiah melanjutkan penguatan dari penutupan Jumat 17 Oktober 2014. Pelaku pasar merespons positif pertemuan Jokowi dengan mantan pesaingnya Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2014. Hal itu menangkal isu penjegalan pelantikan Jokowi-JK.

"Yang dilakukan Jokowi dari komunikasi politik sudah cukup baik menghilangkan kekhawatiran dan kebuntuan politik," ujar David.

Meski rupiah menguat, David mengingatkan, ada sejumlah sentimen yang akan mempengaruhi laju rupiah. Pelaku pasar menanti pengumuman kabinet Jokowi-JK dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan Jokowi-JK dalam waktu dekat.

"Bila sentimen itu sesuai harapan pasar maka itu menunjukkan perkembangan positif untuk rupiah. Rupiah bisa kembali di bawah 12.000 terhadap dolar," kata David. (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.