Sukses

Buruh Diharapkan Tak Minta Kenaikan UMP 2015 Berlebihan

Buruh kini meminta kenaikan UMP 2015 sebesar 22,9 persen dari sebelumnya hanya 30 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Masa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terus menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2015. Jika sebelumnya mereka menuntut kenaikan sebesar 30 persen, kini hanya 22,9 persen.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Wahyu Widodo mengingatkan para buruh tidak menuntut kenaikan UMP yang berlebihan.

Menurut dia, tiap daerah memiliki industri dengan berbagai macam skala, dan kemampuan dari masing-masing industri tersebut berbeda-beda sehingga tidak dapat dipaksakan untuk membayar upah seperti keinginan buruh.

"Pengusaha itu kan skalanya bermacam-macam. Kalau ditempatnya buruh yang sering demo itu sudah memang capital intensive, jadi memang sudah memenuhi KHL (kebutuhan hidup layak). Tetapi bagaimana yang pengusaha kecil?. Kalau dihantam seperti itu bisa tutup usahanya," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Rabu (29/10/2014).

Selain itu, dia mengungkapkan pemerintah juga tidak ingin adanya upah murah. Tetapi besaran upah yang diminta juga harus tetap memperhatikan kemampuan pengusaha untuk menjaga keberlangsungan hidup pabrik atau perusahaan.

"Jangan minta (UMP) terlalu tinggi, akhirnya nanti tidak bisa dibayar dan ujungnya terjadi pengurangan tenaga kerja. Jangan salah pemerintah kalau sudah terjadi hal itu. Jadi yang penting upah itu berkesinambungan," kata dia.

Menurut Wahyu, pengusaha sebenarnya seperti pahlawan ekonomi yang turut menjaga keberlangsungan roda perekonomian sehingga mampu menyerap tenaga kerja.

"Kalau menurut saya, pengusaha itu kan seperti pahlawan ekonomi yang menggerakan ekonomi sehingga ada kesempatan kerja, ada investasi yang masuk, sehingga mengurangi tingkat pengangguran," tandas dia tanggapi wacarana UMP 2015. (Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.