Sukses

Menkeu: RI Masih Butuh Orang Kaya untuk Bayar Pajak

Menteri Keuangan, Bambang Brodjengoro mengusulkan untuk memperbaiki cara pemungutan pajak ketimbang menaikkan besaran pajak progresif.

Liputan6.com, Jakarta - Wacana untuk meningkatkan besaran pajak progresif bagi pajak pendapatan untuk masyarakat berpenghasilan tinggi dinilai bisa mendorong penerimaan negara. Namun ada dampak lain jika hal tersebut dilakukan.

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, sebenarnya dia setuju dengan penerapan pajak progresif sebagai bagaian dari pemerataan. Namun besarannya juga harus diperhitungkan.

"Saya setuju pajak progresif karena itu bagus untuk pemerataan, tetapi juga harus dilihat kemampuan orang kaya kita, jangan sampai kita terapkan pajak progresif yang terlalu berat," ujar Bambang di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2014).

Menurut Bambang, penerapan pajak progresif yang terlalu besar akan membuat wajib pajak untuk pindah negara seperti yang terjadi di Perancis. Hal ini dinilai malah akan merugikan negara.

"Tiba-tiba dia pindah negara. Ini kenyataan di Prancis, ketika pajak progresif itu membuat orang yang super kaya harus bayar pajak 75 persen. Bayangkan kalau 3/4 income lari ke pajak, akhirnya terjadi pindah warga negara. Seperti pemain film Gerard Depardieu pindah ke Rusia, Louis Vuitton pindah ke Belgia," lanjutnya.

Menurut Bambang, dari pada menaikkan besaran pajak untuk pendapatan, lebih baik pemerintah memperbaiki mekanisme untuk memaksa para wajib pajak membayarkan pajaknya sesuai dengan ketentuan sehingga tidak ada lagi masalah penggelapan pajak atau tidak membayar pajak.

"Kita tidak mau seperti itu, kita masih butuh orang kaya itu untuk bayar pajak di Indonesia. Jadi menurut saya dari pada main di tarif lebih baik perbaiki collection kita. Bener nggak orang kaya ini bayar pajaknya, bukan pajaknya berapa. Sesuai tidak dengan profilnya," jelas dia.

Sementara itu, untuk wacana penerapan pajak warisan menurut Bambang hal tersebut masih dalam kajian. Jangan sampai ketika diterapkan, kewajiban untuk membayar pajak tersebut tidak berjalan dengan baik.

"Kita lagi kaji, saya sudah dapat beberapa masukan, cuma kita lihat dulu worth it apa nggak. Jangan sampai dia tidak bilang warisan tetapi hibah atau segala macam. Meski ada pajak juga dari hibah. Jadi kita ingin kalau melakukan, itu sesuatu sudah efektif dan dapat hasilnya," tandas dia. (Dny/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.