Sukses

Terkait Nama, Dirut Pos Belum Diberhentikan Meski Jadi Tersangka

Kementerian BUMN tengah memastikan dokumen penetapan status dari Kejaksaan Agung itu.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Pos Indonesia, Budi Setiawan telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan portable data terminal (PDT) tahun 2013 dengan nilai proyek Rp 50 miliar.
 
Namun begitu, Budi tidak langsung diberhentikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno. Sekretaris Kementerian BUMN, Imam A Putro mengaku saat ini pihak Kementerian tengah memastikan dokumen penetapan status dari Kejaksaan Agung itu.
 
"Kami lagi mencari dokumen formalnya terkait penetapan status tersangka dimaksud, demi memperoleh kepastian atas berita tersebut‎," kata dia di Jakarta, Selasa (4/11/2014).
 
Imam menjelaskan di jajaran Direktur PT Pos Indonesia saat ini juga terdapat yang sama dengan Bos PT Pos Indonesia tersebut hanya saja berbeda dalam penulisan nama.
 
"‎Ada dua nama yang mirip, salah seorang direkturnya juga Budi Setyawan namanya, beda huruf saja‎," tutupnya.
 
Penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi Setiawan sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan portabel data terminal (PDT) tahun 2013 dengan nilai proyek Rp 50 miliar di PT Pos Indonesia tahun anggaran 2012-2013.

"Pekan lalu Dirut PT Pos Indonesia kita jadikan tersangka," kata Kapuspenkum Tony T Spontana kepada wartawan di Jakarta.

Penetapan BS sebagai tersangka ini menambah deretan tersangka sebelumnya dari PT Pos Indonesia, yakni tersangka berinisial M selaku Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa dan Penerima Barang di PT Pos Indonesia Bandung serta dari kalangan swasta yakni Dirut PT Datindo berinisial EC.

"Jadi menyusul penetapan tersangka sebelumnya, sudah ada 2 Dirut BUMN yang kita jadikan terasangka," jelas dia.

Kasus ini bergulir atas laporan sekelompok masyarakat atas dugaan korupsi di tubuh PT Pos Indonesia ke Kejagung pada Selasa 19 Agustus 2014.

Pelaporan dilakukan karena ada dugaan telah terjadi kerugian negara akibat ulah sejumlah petinggi PT Pos Indonesia terkait pengadaan jasa layanan inforkom.
 
PT Pos Indonesia diduga dalam pengadaan proyek ini sengaja memilih mitra pengadaan sarana komunikasi tidak sesuai bidang kepakaran dan merupakan rekanan khusus oknum pejabat.

Dari 1.725 unit alat yang dibeli PT Pos, hanya 50 unit yang beroperasi tapi tetap tidak sesuai spesifikasi. Berdasarkan perjanjian kerja sama, seharusnya alat itu memiliki fitur alat pelacak lokasi atau Global Positioning System (GPS). Selain itu, seharusnya alat bermerek Intermec ini memiliki baterai berdaya tahan hingga 8 jam, namun ternyata alat itu hanya mampu hidup selama 3 jam.‎ (Yas/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.