Sukses

Jokowi Disebut Lupakan Petani saat Pidato di KTT APEC

Hal ini karena Jokowi lebih memilih membawa agenda infrastruktur ketimbang membela kepentingan petani Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai diplomasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam forum APEC 2014 yang berlangsung di China belum menyentuh kepada kepentingan rakyat kecil seperti petani, nelayan, dan buruh.

Hal ini karena Jokowi lebih memilih membawa agenda infrastruktur ketimbang membela kepentingan petani Indonesia.

Manager Riset dan Monitoring IGJ Rachmi Hertanti menyatakan seharusnya Presiden Jokowi menggunakan forum APEC untuk membawa kepentingan petani Indonesia yang selama ini dirugikan Perjanjian Pertanian WTO yang melarang memberikan subsidi oleh pemerintah.

"Oleh karena itu, Jokowi harus ikut memperjuangkan proposal subsidi pangan WTO bersama-sama India," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (12/11/2014).

Disepakatinya agenda pasar bebas dan pembangunan konektifitas di Asia Pacifik dalam Forum APEC di Beijing akan semakin membuka jalur perdagangan Indonesia yang langsung terhubung dengan pasar global.

Namun hal ini akan memperlancar produk impor masuk ke Indonesia dan  berdampak terhadap pelemahan daya saing petani Indonesia. Apalagi petani miskin semakin meningkat jumlahnya selama 10 tahun terakhir ini sebanyak 24,5 juta orang.

Oleh sebab itu, proposal subsidi pangan dalam Paket Bali WTO bisa menjadi solusi bagi persoalan kemiskinan petani selama ini. Bahkan, bisa menjadi strategi yang tepat bagi pemerintahan Jokowi dalam meningkatkan daya saing petani Indonesia guna menghadapi pasar bebas di ASEAN dan Asia Pasifik.

"Hal ini akan sejalan dengan visi Presiden Jokowi dalam mewujudkan kedaulatan pangan," katanya.

Proposal subsidi pangan dalam Paket Bali WTO berisi kepentingan negara berkembang yang tergabung dalam kelompok 33 (G33) yang mendesak perubahan Perjanjian Pertanian WTO agar negara dibolehkan memberi subsidi pertanian untuk membantu petani miskin dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Namun, proposal ini diganjal oleh negara maju, khususnya AS, yang lebih mendorong Perjanjian Trade Facilitation untuk mendukung agenda pembangunan infrastruktur perdagangan di perbatasan. (Dny/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.