Sukses

Rakyat RI Harus Dibiasakan Beli BBM dengan Harga Mahal

Meski banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat, namun pemerintah dinilai perlu segera untuk menaikan harga BBM bersubsidi.

Liputan6.com, Jakarta - Meski banyak mendapatkan penolakan dari masyarakat, namun pemerintah dinilai perlu segera untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Komisaris Independen Permata Bank Tony Prasetiantono mengatakan, banyaknya terjadi penolakan akan kenaikan ini lantaran masyarakat belum terbiasa dengan harga BBM yang mahal. Selama ini masyarakat selalu dimanjakan dengan harga BBM yang disubsidi.

Dia mencontohkan, harga BBM di China saat ini sekitar Rp 16 ribu per liter. Bahkan, Norwegia dan Turki disebut sebagai negara dengan harga BBM paling mahal yaitu mencapai Rp 31 ribu per liter.

"Kenapa di sana tidak ada gejolak? Karena mereka sudah biasa. Sejak dulu kita dimanjakan dengan terminologi itu salah, sekarang situasi sudah berubah. Ketika kita tidak lagi berproduksi (minyak bumi) banyak, kita tidak punya kemewahan untuk beli harga BBM yang murah," ujarnya di Hotel Four Season, Kuningan, Jakarta, Rabu (12/11/2014).

Selain itu, dengan menaikkan harga BBM, maka anggaran subsidi tersebut bisa dialokasikan kepada sektor yang lebih produktif dan bisa diberikan langsung kepada masyarakat golongan miskin untuk menjaga tingkat konsumsinya.

"Di China mekanisme (bantuan) melalui cash transfer. Kalau subsidi itu dihilangkan, kita akan punya dana Rp 250 triliun. Yang Rp 125 triliun untuk infrastruktur bangun bandara dan pelabuhan, sisanya dibagikan ke orang miskin yang jumlahnya 65 juta orang," katanya.

Meski demikian, bantuan ini diharapkan tidak berlebihan. Belajar dari apa yang dilakukan pemerintah Yunani di mana masyarakatnya diberikan fasilitas ketika tidak punya pekerjaan. Akibatnya tingkat pengangguran di negara tersebut malah membludak.

"Dari anggaran subsidi itu, satu kk (kepala keluarga) bisa dapat Rp 10 juta per tahun atau Rp 800 ribu per kk per bulan. Tetapi jangan seperti di Yunani yang menganggur diberi fasilitas yang baik akibatnya banyak yang nganggur, sekarang tingkat pengangguran mereka mencapai 27 persen. Pengangguran Spanyol juga besar," tandasnya. (Dny/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini