Sukses

Karyawan 7 Suku di Freeport Tolak Kesepakatan New Era

Penolakan pekerja Freeport karena merasa tidak dilibatkan dalam pembentukan antara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Liputan6.com, Mimika - Sebanyak 700-an pekerja PT Freeport Indonesia yang berasal dari 7 suku masih melanjutkan aksi mereka menolak pembentukan Dewan Arbitrase.

Penolakan karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam pembentukan antara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di bawah pimpinan Sudiro dengan James R Moffet selaku Chairman of The Board Freeport McMoran, Inc.

Para pekerja ini menggelar aksi di Sport Hall di Tembagapura sekitar pukul 08.00 WIT. Secara bergantian perwakilan pekerja dari 7 suku menggelar orasi, diantaranya tetap menolak keberadaan Dewan Arbitrase yang tertuang di Kesepakatan New Era.

“Ini tanah kami, sehingga kami yang seharusnya dilibatkan dengan Moffet, bukan Sudiro dan manajemen yang tidak memiliki hak bicara untuk orang Papua," jelas Koordinator aksi, Yonpis Tabuni di Mimika, Rabu (26/11/2014).

Martina menambahkan, kebijakan juga tidak boleh keluar dari Perjanjian Kerja Bersama, Perjanjian Hubungan Industrial (PKB-PHI).

Hal ini dikatakan tertuang di halaman 96 dalam PKB-PHI. "Dengan melanggar halaman tersebut, maka manajemen dan Sudiro telah memperkosa perjanjian ini. Sangat jelas pasal dalam buku ini, maka orang yang merugikan perusahaan, sanksinya apa?,” jelas dia.

Dia pun menuding dulu Moffet mengambil tambang ini bukan dengan uang, tetapi dengan barang kebutuhan bagi kami dan Moffet sangat menghargai itu.

Tetapi saat ini, SPSI dikatakan merebut hak pekerja. Padahal, seharusnya antara pekerja Papua dan non Papua harus bersatu.

“Kesepakatan New Era yang dibuat juga tak sesuai dengan PKB-PHI, sehingga harus dibatalkan karena cacat hukumnya,” ujarnya.

Aksi ditutup pukul 11.00 WIT dan para pekerja langsung melakukan aktifitas seperti biasanya.

Juru Freeport, Daisy Primayanti membantah ini. Dia menegaskan jika dalam menerbitkan Kesepakatan New Era, semua elemen sudah diajak berbicara, berdiskusi dalam prosesnya.

Pihaknya mengklaim dengan masih adanya aksi ini diduga belum ada pemahaman komplit terkait maksud dan tujuan kesepakatan itu.

Padahal, menurut dia, pembentukan Dewan Arbitrase untuk memberikan solusi jika terjadi perselisihan antara pekerja dibawah SPSI dengan memberikan rekomendasi dan keputusan.

“Kami juga prihatin dengan situasinya. Tidak mudah menjalankan operasi tambang yang luas dan persoalan yang kompleks. Kami berharap ini segera berakhir,” katanya. (Katharina/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.