Sukses

Siaga Merah Bagi Arab Saudi Jika Harga Minyak Tetap Rendah

Harga minyak rendah membuat Arab Saudi untung dalam jangka pendek. Tidak demikian untuk jangka panjang.

Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi adalah pihak yang paling 'kuat' dalam OPEC. Begitu juga dengan keputusan untuk tidak memangkas produksi dalam rangka menstabilkan harga minyak dunia pada puncak pertemuan OPEC Kamis lalu (27/11/2014). Arab Saudi diyakini sebagai pihak yang sangat signifikan dalam menentukan keputusan tersebut.

Setelah kuota produksi diputuskan, harga minyak dunia yang memang telah rendah menjadi semakin rendah. Bahkan, Brent dan WTI sebagai patokan untuk menentukan harga minyak dunia mencapai posisi terendahnya sejak tahun 2010.

Kira-kira, apa sebenarnya keuntungan yang didapat dari Arab Saudi dengan harga minyak yang rendah saat ini?

Seperti dikutip dari Business Insider pada Sabtu (29/11/2014), saat ini posisi fiskal Arab Saudi sangat kuat. Simpanan pemerintah pun meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Cadangan devisa pemerintah Arab Saudi setara dengan 60 persen dari GDP, jumlah yang cukup untuk menutupi 20 bulan pengeluaran.

Hutang pemerintah pun telah menurun menjadi hanya 2 persen dari PDB. Selain itu, pemerintah Arab juga memiliki aset yang cukup besar dalam bentuk kepemilikan saham di banyak perusahaan.

Hal itulah yang membuat Arab Saudi cukup percaya diri untuk tidak memangkas kuota produksi minyaknya. Tetapi, hal ini diprediksi tidak akan bertahan lama. 

Dalam jangka pendek, Arab Saudi memang akan mendapat untung dengan mempertahankan pangsa pasarnya di pasar utama AS. Tetapi, dalam jangka panjang hal ini justru berpotensi untuk merugikan negara mereka sendiri.

Hal tersebut dapat terjadi karena program belanja pemerintah Arab Saudi yang sangat ambisius. Proyek belanja pemerintah yang ada saat ini diperkirakan akan mengikis penyangga yang selama ini telah dibangun sekaligus meningkatkan kerentanan terhadap penurunan harga minyak di masa depan.

Diprediksi, dengan harga minyak seperti saat ini dan belanja yang dilakukannya, simpanan pemerintah Arab Saudi akan habis pada tahun 2018. Dengan begitu, maka pergeseran harga minyak menjadi lebih rentan dari sebelumnya sekaligus membuat Arab Saudi kurang dapat mempertahankan posisinya sebagai penyedia utama stabilitas regional. (Rio Apinino/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini