Sukses

Pengamat : Rupiah Tembus Rp 12.300 Sudah Lampu Merah

Pelemahan rupiah sudah sangat mengkhawatirkan karena akan mengganggu perekonomian Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahannya bahkan sudah menembus level Rp 12.318 per dolar AS.
 
Level ini dinilai Pengamat Valas, Farial Anwar sudah sangat mengkhawatirkan karena akan mengganggu perekonomian Indonesia. 
 
"Kurs rupiah mencapai Rp 12.300 per dolar AS, ini sudah lampu merah," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis (4/12/2014). 
 
Data valuta asing Bloomberg hari ini, menunjukkan nilai tukar rupiah dibuka melemah ke level 12.310 per dolar AS. Nilai tukar rupiah sempat menyentuh level 12.337 per dolar AS pada perdagangan pukul 10:29 waktu Jakarta.
 
Hingga menjelang siang, nilai tukar rupiah terus berfluktuasi dan berada di kisaran Rp 12.309 per dolar AS hingga Rp 12.337 per dolar AS.
 
Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia menunjukkan nilai tukar rupiah hari ini terkoreksi 23 poin ke level Rp 12.318 per dolar AS.
 
Dampak dari anjloknya kurs rupiah, tambah Farial mengakibatkan kredit macet, kewajiban pembayaran utang dan bunga utang semakin membengkak, dan sebagainya. 
 
Lebih jauh dijelaskannya, pelemahan kurs rupiah disebabkan faktor sentimen dan fundamental ekonomi Indonesia. Faktor sentimen global datang dari rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed, AS. 
 
"Baru rencana saja sudah memberikan dampak luar biasa. Nilai tukar dolar AS menguat ke seluruh mata uang dunia, dan rupiah kita pun ikut mengalami tekanan," terangnya. 
 
Faktor global ini, lanjut Farial, mengakibatkan penurunan harga di sejumlah komoditas seperti minyak mentah, emas, batubara, nikel dan lainnya. Kondisi ini memicu peralihan investasi para pelaku pasar dari komoditas ke dolar AS. 
 
"Dari pada pegang komoditas, lebih baik pegang dolar. Profitnya lebih besar karena bisa dipermainkan spekulator. Hasilnya kita terkena imbas karena kita menganut rezim bebas di mana asing bebas keluar masuk tanpa ada aturan," papar Farial. 
 
Dari dalam negeri, katanya, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan defisit di periode Januari-Oktober 2014. Tekanan tersebut dapat memperlebar defisit neraca transaksi berjalan karena impor lebih besar dari ekspor. 
 
"Parahnya lagi eskportir ogah menempatkan devisanya di dalam negeri, tapi lebih suka di Singapura. Akibatnya kita kekurangan likuiditas dolar dan membuat perusahaan yang punya utang valas, nggak hedging, panik lantaran bayar pokok dan bunga utang semakin besar," jelas dia. (Fik/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini