Sukses

Khawatir Pasokan Melimpah, Harga Minyak Sentuh Level Terendah

Beragam sentimen negatif membuat harga minyak dunia kembali jatuh ke level terendah dalam lima tahun.

Liputan6.com, New York - Harga minyak kembali jatuh ke level terendah dalam lima tahun di awal pekan ini. Hal itu dipicu dari prediksi harga minyak global tertekan akan terus berlanjut hingga semester I 2015.

Harga minyak berjangka untuk pengiriman Januari turun 4,33 persen (US$ 2,79) menjadi US$ 63,05 per barel. Harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) di New York Mercantile Exchange ini menuju level terendah sejak 16 Juli.

Sementara itu, harga minyak jenis Brent di London ICE Future Exchange melemah US$ 2,88 (4,2 persen) menjadi US$ 66,19 per barel. Harga minyak acuan Eropa ini kembali jatuh ke level terendah sejak September 2009.

Harga minyak telah merosot sebanyak 41 persen dalam enam bulan ini. Harga minyak sempat sentuh level US$ 107,26 pada Juni 2014. Akan tetapi, harga minyak terus tertekan seiring reli dolar AS dan negara pengekspor minyak yang tak mau menurunkan produksinya. Harga minyak acuan Amerika Serikat (WTI) sempat berada di level US$ 145,29 sejak Juli 2008.

Analis Citi Energy, Tim Evans menuturkan, laporan terbaru dari Amerika Serikat dan Jepang memberikan sentimen ke harga minyak di awal pekan ini.

"Pasar global masih mempertahankan harga cenderung melemah. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jepang yang direvisi dan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi China dan zona Euro melambat menambah tekanan ke pasar," ujar Tim, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Selasa (9/12/2014).

Data neraca perdagangan China tak sesuai haraoan. Pertumbuhan ekspor turun menjadi 4,7 persen pada November 2014. Meski begitu, impor minyak oleh China naik 7,9 persen pada November 2014.

Dalam riset Morgan Stanley, pihaknya memangkas prediksi rata-rata harga minyak jenis Brent pada 2015. Harga minyak akan turun menjadi US$ 43 selama kuartal II 2015. Hal itu terjadi tanpa intervensi dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau negara pengekspor minyak.

"Risiko pasar semakin tak seimbang dengan puncak produksi minyak terjadi pada 2015. Harga minyak dipersiapkan turun pada semester I 2015. Akan tetapi kami tdak melihat kaitannya dengan krisis," ujar Analis Morgan Stanley Adam Longson dan Elizabeth Volnsky.

Sementara itu, Head of Commodity Market BNP Paribas, Harry Tchilinguirian menuturkan, ada skenario berbeda di awal tahun dengan pengetatan persediaan minyak dan permintaan minyak makin besar pada semester I 2015. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.