Sukses

Rupiah Merosot, Pemerintah Tak Khawatir Seperti Krismon 1998

Menko Perekonomian, Sofyan Djalil menuturkan, meski rupiah melemah tetapi kondisi ekonomi dan politik Indonesia relatif stabil.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengklaim kondisi perekonomian Indonesia saat ini tergolong stabil meski nilai tukar rupiah terus tertekan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Bonus lainnya kondisi politik aman dan gerak cepat pemerintahan baru dalam bekerja.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengaku tak khawatir dengan jatuhnya kurs rupiah hingga ke level Rp 12.600 per dolar AS. Dirinya pun menampik jika kondisi tersebut disamakan seperti badai krisis moneter (krismon) yang melanda Indonesia pada 1998.

Nilai tukar rupiah pada 22 Januari 1998 terjun bebas ke level Rp 17.000 per dolar AS atau terdepresiasi 80 persen. Sedangkan realisasi kurs rupiah pada akhir 1997 ditutup Rp 4.850  per dolar AS.

"Nggak lah (seperti krismon 1998). Kondisi 1998 kan penyebabnya banyak karena politik juga, dan krisis di Asia, jadi bersamaan datangnya," ujar Sofyan di kantornya, Jakarta, Selasa (16/12/2014).

Sementara kondisi perekonomian Indonesia saat ini, diakui dia, secara umum sangat bagus dan stabilitas politik terjaga dengan baik. Apalagi negara ini baru saja melantik Presiden dan Wakil Presiden baru beserta Kabinet Kerja selama lima tahun mendatang.

"Presiden kita luar biasa populernya. Pun kebijakan-kebijakan pemerintah yang dikeluarkan luar biasa bagus," tegasnya.

Dalam rangka penguatan kembali mata uang rupiah, lanjut Sofyan, pemerintah akan mendorong peningkatan ekspor sebagai upaya jangka pendek. Dari momentum pelemahan kurs rupiah, sambungnya, ekspor Indonesia berpeluang meningkat. Sayang harga komoditas sedang jatuh.

"Kita juga ingin mengurangi impor yang nggak dibutuhkan sehingga kebutuhan kita terhadap dolar AS untuk mengimpor pun berkurang," jelas Sofyan.

Langkah lain, menurut dia, mempercepat masuknya investasi langsung. Salah satunya melakukan reformasi perizinan investasi lewat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang akan berlaku mulai Januari 2015.

Sementara untuk modal investasi yang membutuhkan permintaan dolar AS besar seperti PLN, sebut Sofyan, bisa berasal dari dana-dana pinjaman Jepang, Bank Dunia, ADB dan lainnya supaya tidak perlu membeli di pasaran.

"Dana-dana ini bisa kita tarik dan memperkuat rupiah. Kalau perlu termasuk dana siaga, karena Bank Dunia maupun JICA menawarkan pinjaman berbunga murah dengan jangka waktu 30 tahun," pungkas dia.(Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini