Sukses

Kaleidoskop September: Kontroversi Rumah Buat Mantan Presiden

Kementerian Keuangan menerbitkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait rumah mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah rampung menunaikan tugas sebagai pimpinan tertinggi di sebuah negara, para mantan presiden disebut layak mendapat penghargaan.

Maklum, tugas yang dijalankan selama menjadi presiden bukan hal mudah dan menguras banyak waktu sekaligus tenaga. Tak jarang, nyawa pun menjadi taruhan saat menjalankan tugasnya.

Seperti yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS). Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, negara ini tak main-main dalam memberikan penghargaan pada sang mantan presiden.

Sejak 2011, sebagai bentuk penghargaan kepada para mantan presiden, AS memberikan dana pensiun kepada setiap mantan presiden sebesar US$ 199,700 atau Rp 2,4 miliar (estimasi kurs: Rp 12.032 per dolar AS).

Penghargaan tersebut diberikan tepat setelah sang presiden meninggalkan jabatannya di hari pelantikan penggantinya atau pimpinan baru. Sementara para janda presiden juga diberikan dana pensiun sebesar US$ 20 ribu atau Rp 240,6 juta per tahun.

Indonesia pun seakan ingin melakukan hal serupa. Sesaat sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lengser, pemerintah memutuskan untuk memberikan fasilitas bagi mantan presiden dan wakil presiden di akhir masa jabatannya. Bentuknya berupa fasilitas rumah dan kendaraan.

Rencana tersebut pun sempat menuai pro dan kontra. Fasilitas ini disebut bukan kebijakan populis mengingat masih banyak rakyat Indonesia yang miskin, pemerintah tetap dengan pendiriannya.

Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Miftah Thoha  menyarankan agar mantan Presiden dan mantan Wapres sebaiknya tak perlu dihadiahi rumah di masa pensiun.
 
"Nggak usahlah rumah atau pesangon. Sebagai Presiden dan Wapres selama 10 tahun atau 5 tahun, mereka sudah mendapatkan kenikmatan fasilitas lengkap. Rumah juga sudah banyak, buat apa lagi," kata Miftah.

Kontra pun terkait sulitnya mencari rumah yang masuk dalam kriteria. Menteri Sekretaris Negara (Menseneg) Sudi Silalahi saat itu sempat menyebut akan adanya pemberian uang tunai sebagai pengganti yang nilainya setara dengan ketentuan pengadaan rumah dalam Perpres tersebut.

"Iya (diberikan lebih kepada nilainya), karena sulit kan kita mau mencari (rumah) di Jakarta ini siapa yang mau jual tanah dan harganya nggak karu-karuan, berbeda-beda antar satu dengan yang lain," kata dia.

Namun kemudian ini ditampik pemerintah yang memastikan pemberian rumah dalam bentuk riil bukan uang tunai. Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menyebut, pemerintah meniadakan tenggat waktu atau deadline untuk pemberian rumah meskipun mantan Presiden dan Wapres telah lengser dari jabatannya.

"Di Undang-undang (UU) sudah bilang Presiden harus diberikan rumah, tidak boleh cash walaupun periode waktunya lewat. Misalnya harus 45 hari, tapi masa karena sudah 45 hari, Presiden tidak dapat rumah. Itu tidak boleh karena ada amanahnya di UU, jadi dibikin tidak ada tenggatnya," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Diperkuat Aturan


Meski menuai pro dan kontra, pemerintah tetap harus menyediakan rumah bagi pensiunan Presiden dan Wapres karena merupakan amanah dari Undang-undang (UU).

"Jadi (PMK) tentu harus dibuat agar secara government-nya betul, karena esensi UU mengamanatkan mantan Presiden dan mantan Wapres harus diberikan rumah, nggak boleh cash," tukas Menkeu Chatib Basri.

Adapun fasilitas ini, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait rumah mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden (Wapres). Yakni PMK No 189/PMK.06/2014 yang resmi menggantikan PMK No 168/PMK.06/2014.

Beleid ini mengatur tentang Penyediaan, Standar Kelayakan, dan Perhitungan Nilai Rumah Kediaman Bagi Mantan Presiden dan Mantan Wapres RI. Aturan baru tersebut terdiri dari enam bab dan 14 pasal.

PMK mengatur bangunan untuk rumah kediaman mantan Presiden dan Wapres memiliki keluasan seluruh lantai bangunan seluas-luasnya 1.500 meter persegi.

Harga pembelian pun diatur berdasarkan kemampuan negara. Penghitungan dasar pengalokasian anggaran = total nilai tanah + total nilai bangunan.

Total nilai tanah = (nilai pasar tanah terendah per meter persegi x 1.500 meter persegi). Total nilai bangunan = (biaya pembangunan rumah kualitas baik per meter persegi x 1.500 meter persegi).

Dalam hal nilai total tanah dan bangunan yang akan diadakan melebihi nilai total tanah dan nilai total bangunan. Kelebihan ini tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).Artinya, mantan presiden atau wapres harus membayar sisanya.

"Kalau melebihi platfon 1.500 meter persegi kali benchmark, harus dibayar yang bersangkutan (SBY dan Boediono). Atau mencari lokasi lain," jelas Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Hadiyanto.

3 dari 4 halaman

Spesifikasi Rumah

Pemerintah memutuskan mengeluarkan spesifikasi tertentu untuk memudahkan pencarian rumah bagi mantan presiden dan wapres.

Di mana, rumah tersebut ditetapkan dengan luasan tanah 1.500 meter persegi untuk lokasi di Ibu Kota Negara RI dan 2.500 meter persegi di kota selain Jantung Kota NKRI. Sementara luasan bangunan 1.500 meter persegi.

Kemudian pada spesifikasi desain, bahan bangunan rumah harus memenuhi persyaratan teknis untuk kekuatan bangunan;serta kenyamanan dan keamanan penghuni; maupun fasilitas standar sesuai kebutuhan dan kenyamanan penghuni.

Selain itu, berada di wilayah Republik Indonesia; berada pada lokasi yang mudah dijangkau dengan jaringan jalan yang memadai.

"Bangunan sebagaimana dimaksud dipenuhi dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara," bunyi MK No 189/PMK.06/2014.

Penyediaan rumah kediaman bagi mantan Presiden dan mantan Wapres dilakukan melalui pembangunan rumah baru atau pembelian rumah yang telah ada.
 

4 dari 4 halaman

Selain Rumah, Fasilitas Lain yang Diberikan


Pemerintah sepertinya merasa tak lengkap bila hanya memberikan fasilitas rumah saja. Sebab kemudian diputuskan bila selain mendapat rumah baru, mantan presiden dan wapres juga akan mendapat mobil baru. Tak tanggung-tanggung, mobil yang akan dibawa pulang adalah Mercedes Benz (Mercy).

Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, PT Mercedes Benz Indonesia memenangkan lelang pengadaan kendaraan bagi para menteri atau pejabat setingkat menteri, mantan presiden dan mantan wakil presiden.

Dalam dokumen mengenai Pemenang Pelelangan Umum Pekerjaan Pengadaan Kendaraan Mantan Presiden, Mercy yang saat ini dikomandani oleh Claus Herbert Waidner dengan alamat perusahaan di Desa Wanaherang, gunung Putri Bogor, telah memenuhi syarat administrasi, teknis dan harga. Kabarnya harga mobil tersebut mencapai Rp 91,94 miliar," jelas dia. (Sis/Nrm)











 






 





 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.