Sukses

Utang Luar Negeri RI Bengkak Jadi US$ 294,5 Miliar

Utang Luar Negeri Indonesia tumbuh 10,7 persen menjadi US$ 294,5 miliar pada akhir Oktober 2014 seiring kenaikan utang swasta.

Liputan6.com, Jakarta - Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 10,7 persen year on year (yoy) atau US$ 294,5 miliar pada akhir Oktober 2014. Angka ini sedikit lebih lambat dari realisasi bulan sebelumnya yang mencapai pertumbuhan sebesar 11,2 persen atau US$ 292,3 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Yudha Agung mencatat, ULN swasta melebihi jumlah ULN pemerintah. Dari data BI, sampai Oktober 2014, total ULN tersebut terdiri dari sektor publik sebesar US$ 133,2 miliar (45,2 persen) dan ULN sektor swasta US$ 161,3 miliar (54,8 persen dari total ULN).

"Jumlah ULN swasta cenderung meningkat dan sangat rentan terhadap sejumlah risiko. Terutama risiko nilai tukar, likuiditas, dan beban utang berlebihan," ujar Yudha kepada wartawan saat Bincang-bincang Media (BBM) di Gedung BI, Jakarta, Jumat (2/1/2015).

Masih dari data BI, perkembangan ULN pada bulan kesepuluh 2014 dipengaruhi oleh pertumbuhan ULN sektor publik yang melambat di saat pertumbuhan ULN sektor swasta terakselerasi.

ULN sektor publik tumbuh 5,9 persen (yoy), lebih lambat dibanding dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,9 persen (yoy). ULN sektor publik didominasi oleh surat utang (53,5 persen dari total ULN sektor publik) yang mencatat pertumbuhan 22,1 persen (yoy).

Sementara itu, ULN sektor swasta tumbuh 15,1 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 14,1 persen (yoy). ULN sektor swasta terutama dalam bentuk perjanjian pinjaman (64,3 persen dari total ULN sektor swasta) yang tumbuh 9,7 persen (yoy).

Menurut Yudha, risiko ULN semakin tinggi lantaran prospek ekonomi masih dirundung berbagai ketidakpastian. Likuiditas global diperkirakan mengetat seiring berakhirnya kebijakan moneter akomodatif di Amerika Serikat.

"Saat yang bersamaan, ekonomi negara-negara berkembang yang menjadi mitra dagang utama Indonesia masih mengalami perlambatan, diiringi pelemahan harga komoditas di pasar internasional. Jadi beban pembayaran ULN berpotensi meningkat, dan kapasitas membayar ULN merosot," tegasnya.

Berdasarkan jangka waktu asal, posisi utang luar negeri (ULN)masih didominasi ULN berjangka panjang yang tumbuh melambat. Pada Oktober 2014, ULN berjangka panjang tercatat sebesar US$ 245,6 miliar, atau mencapai 83,4 persen dari total ULN.

Dari jumlah tersebut, ULN berjangka panjang sektor publik mencapai US$ 129,0 miliar atau 96,9 persen dari total ULN sektor publik dan ULN berjangka panjang sektor swasta tercatat US$ 116,6 miliar atau 72,3 persen dari total ULN swasta.

ULN berjangka panjang pada Oktober 2014 tumbuh 10,5 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan September 2014 yang sebesar 11,3 persen (yoy). Sedangkan, ULN berjangka pendek tumbuh 11,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 10,8 persen (yoy).

Pertumbuhan ULN swasta yang meningkat pada Oktober 2014 terutama didorong oleh meningkatnya pertumbuhan ULN beberapa sektor ekonomi utama. Posisi ULN pada akhir Oktober 2014 terutama terpusat pada sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, dan listrik, gas dan air bersih (pangsa 77,5 persen terhadap total ULN swasta).

ULN sektor keuangan dan listrik, gas dan air bersih masing-masing tumbuh sebesar 34,3 persen persen (yoy) dan 5,1 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 31,5 persen (yoy) dan 3,4 persen (yoy).

Sementara itu, ULN sektor industri pengolahan tumbuh 12,2 persen (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan September 2014 sebesar 13,3 persen (yoy). Di sisi lain, ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi 0,7 persen (yoy).

BI menilai perkembangan ULN masih cukup sehat, namun perlu terus diwaspadai risikonya terhadap perekonomian. Ke depan, BI akan tetap memantau perkembangan ULN, khususnya ULN swasta. Hal ini dimaksudkan agar ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas makro ekonomi.  (Fik/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini