Sukses

Buruh Kecam PHK 700 Pekerja yang Dilakukan Krakatau Steel

Berdasarkan laporan keuangan Krakatau Steel, pos pembayaran karyawan hanya di kisaran 4 persen dari bebam pembayaran operasional.

Liputan6.com, Jakarta Serikat Buruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengecam langkah pemecatan yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel terhadap 700 pekerja outsourcing. Kerugian keuangan yang dialami KS seharusnya tidak boleh sampai mengorbankan pekerja outsourcing.

Koordinator Gerakan Bersama Buruh BUMN (GEBER BUMN), Ais menuturkan, perlu diukur sejauh mana keputusan PHK massal tersebut, berkorelasi dengan beban keuangan perusahaan. Apalagi, krakatau Steel tengah dipantau atas adanya pelanggaran penerapan outsourcing.

"krakatau Steel memiliki kewajiban atas dasar amanah undang-undang untuk mengangkat pekerja outsourcing itu menjadi pekerja tetap di perusahaan baja tersebut," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/1/2015).

Dia menjelaskan, jika pembayaran pekerja outsourcing masuk ke dalam pos pembayaran karyawan di laporan arus kas krakatau Steel, maka keputusan PHK massal itu hanyalah jalan pintas yang sesat dan tidak solutif.

Berdasarkan laporan keuangan Krakatau Steel pada September 2014, tergambarkan bahwa pos pembayaran karyawan hanya di kisaran 4 persen dari beban pembayaran operasional rutin dari aktivitas kas operasional perusahaan. Pembayaran terbesar justru ada pada pos pembayaran ke pemasok sebesar 83 persen.

Hal ini mencerminkan ketidakmampuan manajemen perusahaan dalam menegosiasi dan menjadwal ulang soal pembayaran tersebut. Atau hal lainnya, ada kebergantungan yang cukup besar terhadap supplier. Dan krakatau Steel tidak mampu berinovasi mengatasi hal ini.

"Pembayaran ke pemasok juga melebihi pembayaran-pembayaran lainnya seperti pembayaran pajak, beban bunga bank dan beban usaha," kata dia.

Ais juga meragukan fakta PHK dengan alasan kondisi keuangan. Menurut dia, soal pembayaran pekerja outsourcing masuk di beban usaha umum dan administrasi, maka, jumlahnya relatif kecil dibandingkan beban beban usaha lainnya.

"Fakta itulah yang kerapkali menjadikan rasionalisasi pekerja sebagai jalan pintas. Ini sama saja menutup akses rakyat mendapatkan hak atas pekerjaan dari negara melalui perusahaan BUMN-nya," jelasnya.

Padahal, kata Ais, salah satu rekomendasi Panja outsourcing BUMN DPR RI,adalah larangan PHK. Bahwa,tidak boleh ada PHK  dan penghentian rencana PHK  terhadap   pekerja atau buruh baik yang berstatus PKWT maupun PKWTT. Demikian juga halnya dengan kesepakatan rapat antara Menteri BUMN, Menakertrans dan Komisi IX DPR RI pada 4 Maret 2014.

"Perusahaan-perusahaan BUMN malah diminta untuk mempekerjakan kembali para pekerja outsourcing yang telah di PHK sepihak sebelumnya," tandasnya.

Untuk diketahui, Krakatau Steel yang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap 700 pekerja outsourcing. Hal ini dilakukan KS karena ketidaksanggupan manajemen menampung pekerja outsourcing tersebut dengan beban keuangan yang merugi di tahun 2014. Pekerja OS yang di PHK massal ini, mayoritas sudah berusia kerja puluhan tahun. Mereka di-PHK per 31 Desember 2014. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini