Sukses

Harga Minyak Masih Rendah Hingga 6 Bulan ke Depan

Harga minyak akan bertahan di level rendah hingga enam bulan ke depan. Apa penyebabnya?

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak terus merosot sepanjang pekan lalu dan masih berada di bawah US$ 50 per barel. Founder ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto memperkirakan harga minyak akan bertahan di level rendah hingga enam bulan ke depan.

"Paling tidak enam bulan ke depan akan bergerak di tingkat rendah di kisaran US$ 40- US$ 60 per barel," kata Pri Agung saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (26/1/2015).

Namun level US$ 40 tersebut belum menjadi level terendah. Pri Agung memprediksi harga minyak bisa lebih rendah lagi jika melihat sikap para produsen minyak utama seperti Arab Saudi hingga saat ini masih membiarkan harga minyak bakal turun ke titik terendah.

Hal ini bisa terlihat dari pernyataan Salman Bin Abdulaziz Al Saud, sang Raja baru Arab Saudi yang memastikan akan mempertahankan kebijakan pendahulunya. Kerajaan tidak akan memangkas produksi minyak untuk meningkatkan harga karena produsen lain akan mengisi kekosongan akibat pemotongan itu.

"Tapi ada mulai sinyal, para pelaku perminyakan lain tidak akan membiarkan ini terus terjadi sehingga sudah mulai ada pergerakan untuk mengurangi aktivitas dalam industri perminyakan dunia," paparnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penyebab turun harga

Penyebab turunnya harga

Pri Agung menjelaskan, turunnya harga minyak dunia terjadi karena melimpahnya pasokan terutama dari aktivitas yang dilakukan Amerika Serikat (AS) yang memproduksi shale gas dan shale oil.

Dengan turunnya harga minyak, AS sudah mulai mengurangi produksinya. Meski dalam satu tahun ke depan belum ada pengurangan yang signifikan. "Sehingga dalam konteks harga, sepertinya harga minyak masih belum kembali naik dalam satu tahun ini," jelas Pri Agung. 

Selain melimpahnya pasokan, permintaan terhadap minyak juga menurun karena dalam beberapa tahun terakhir negara-negara Eropa Barat sudah mulai mendiversifikasi ke energi lain.

Tak hanya itu, China sebagai konsumen minyak terbesar mengalami perlambatan ekonomi sehingga kebutuhan akan minyak berkurang. 

"Di satu sisi pasokan berlebih, di permintaan ada penurunan. Kedua faktor itu secara fundamental membawa harga minyak rendah," katanya. (Ndw)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini