Sukses

Rumah Rp 2 Miliar Kena Pajak, Ini Dampak ke Saham Properti

Sejumlah pengembang properti akan kena imbas dari kebijakan pemerintah memperluas objek pajak barang mewah untuk naikkan penerimaan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk memperluas objek pajak barang mewah guna meningkatkan penerimaan negara. Salah satunya  objek pajak PPh 22  berkaitan barang mewah termasuk rumah dan apartemen diperluas dari sebelumnya untuk rumah dan apartemen dengan harga jual di atas Rp 10 miliar menjadi di atas Rp 2 miliar. Pemerintah menerapkan pajak sekitar 5 persen untuk harga properti di atas Rp 2 miliar atau luas tanah 400 meter persegi untuk meningkatkan penerimaan negara.

Menurut riset PT Sucorinvest Gani, kebijakan tersebut mempengaruhi sejumlah pengembang properti terutama memiliki konsumen kelas atas antara lain PT Bumi Serpong  Damai Tbk (BSDE), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Intiland Development Tbk (DILD), dan PT Ciputra Property Tbk (CTRP).

Meski demikian, dampak aturan belum final ini hanya sementara. Menurut analis PT Sucorinvest Gani, perusahaan properti dapat melewati hal tersebut dengan kenaikan rata-rata hargaj jual. "Diharapkan rata-rata harga jual tumbuh 8 persen hingga 10 persen year on year," tulis riset PT Sucorinvest Gani, seperti dikutip Senin (26/1/2015).

Sedangkan aturan itu dapat mendukung sejumlah manajemen antara lain PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Ciputra Surya Tbk (CTRS), dan PT Metropolitan Land Tbk (MTLA).

Di riset PT Henan Putihrai menyebutkan rencana revisi terhadap pajak penghasilan (PPh) 22 terhadap sektor properti akan memberikan sentimen negatif jangka pendek terutama kepada developer residential properti seperti BSDE, CTRA, dan CTRP.

Sedangkan pengaruhnya terhadap PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) akan minimal disebabkan oleh pasar konsumen menengah ke bawah untuk pasar Kemis.

Namun, pihaknya masih memberikan proyeksi positif untuk sektor properti dalam jangka panjang. Pertama, harga semen dan bahan bakar minyak (BBM) turun akan menyebabkan pertumbuhan bagi permintaan pembangunan infrastruktur.

Realisasi pembangunan infrastruktur akan memberikan multiplier effect pembangunan properti dan pertumbuhan harga jual. Kedua potensi penyesuaian inflasi melalui berbagai mekanisme oleh pemerintah memberikan harapan inflasi akan berada sesuai target pemerintah sehingga menimbulkan harapan kelonggaran kebijakan moneter dan loan to value ke depannya.

Ketiga, penyesuaian inflasi dan pemberlakukan berbagai bantuan sosial oleh pemerintah akan menyebabkan pertumbuhan pada daya beli masyarakat. Keempat, pertumbuhan harga cukup rendah pada 2014 dibandingkan sebelumnya memberikan ruang bagi pengembang untuk melakukan penyesuaian harga properti.

Sebelumnya dalam aturan PMK Nomor 253 Tahun 2008 ditetapkan PPh untuk harga jual atau pengalihan lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500 meter persegi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gerak Saham Properti

Gerak Saham Properti


Pemerintah memperluas objek pajak PPh 22 atas barang sangat mewah termasuk rumah dan apartemen. Objek pajak rumah dan apartemen diperluas dari sebelumnya untuk rumah dan apartemen dengan harga jual di atas Rp 10 miliar menjadi di atas Rp 2 miliar.

Dalam riset PT Samuel Sekuritas, sentimen itu dapat mendorong aksi jual saham di saham-saham properti. Lalu bagaimana gerak saham-saham properti pada perdagangan saham di sesi pertama hari ini ?

Saham PT Pakuwon Jati Tbk turun 2,18 persen ke level Rp 494 per saham. Saham PWON sempat sentuh level tertinggi Rp 500 dan terendah Rp 492 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 2.185 kali dengan nilai Rp 44,8 miliar.

Kedua, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) naik 1,23 persen ke level Rp 1.650 per saham. Saham SMRA sempat di level tertinggi Rp 1.670 dan terendah Rp 1.585 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 881 kali senilai Rp 14,2 miliar.

Ketiga, saham BSDE stagnan di kisaran Rp 2.060 per saham. Harga tertinggi saham BSDE di kisaran Rp 2.070 per saham dan terendah Rp 2.000 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 1.016 kali. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 11,9 miliar.

Keempat, saham DILD turun 2,29 persen ke level Rp 640 per saham. Harga saham DILD sempat di level tertinggi Rp 655 dan terendah Rp 640 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 359 kali. Nilai transaksi harian saham sekitar Rp 12,1 miliar.

Kelima, saham PT Ciputra Property Tbk (CTRP) bergerak ke kisaran Rp 845, atau turun 1,17 persen. Saham CTRP sempat di level tertinggi Rp 855 dan terendah Rp 830 per saham. Total frekuensi saham sekitar 218 kali. Nilai transaksi harian saham Rp 1,7 miliar.

Kepala Riset PT Universal Broker Securities, Satrio Utomo mengatakan, sentimen aturan perluasan objek pajak PPh 22 belum terlalu berpengaruh. Saham properti cenderung tertekan seiring IHSG melemah.

Sementara itu, riset PT Sucorinvest Gani menyebutkan, saham properti yang melemah dapat dimanfaatkan pelaku pasar untuk melakukan aksi beli. (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.