Sukses

DPR: Dewi Fortuna Belum Berpihak pada Pemerintahan Jokowi

Fraksi Nasional Demokrasi (Nasdem) menyatakan angka pertumbuhan ekonomi 5,6 persen realistis di tengah volatilitas ekonomi dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Ketidakpastian kondisi ekonomi global karena terjadi dua arah berbeda antara kebijakan pengguliran stimulus dari Eropa Bank Central (ECB) dan penarikan likuditas dari Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dianggap sebagai cambuk bagi Indonesia untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 5 persen. Sayangnya DPR meragukan asumsi pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 5,8 persen.

"Ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin, pertumbuhan ekonomi baik terus. Mungkin dewi fortuna belum turun kepada pemerintahan saat ini," ujar Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Muhammad Hatta saat Rapat Kerja Pembahasan RAPBN-P 2015 di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/1/2016) malam.

Lebih jauh dia bilang, pemerintahan Jokowi harus realistis dalam memasang asumsi ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, SPN 3 bulan dan nilai tukar rupiah. Pasalnya harga minyak dunia, komoditas sedang melemah, dan diperkirakan akan berdampak pada target penerimaan negara yang sulit tercapai.

"Jadi kami mengusulkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,6 persen dari rentang yang diajukan Bank Indonesia 5,4 persen-5,8 persen," sambung Hatta.

Usulan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,6 persen bukan hanya diajukan Fraksi PAN, tapi juga beberapa Fraksi lain di Komisi XI DPR. Sebut saja Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang menyatakan pihaknya menyodorkan angka asumsi pertumbuhan ekonomi 5,6 persen di 2015 atau lebih rendah 0,2 persen dari asumsi pemerintah.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ikut mengajukan angka pertumbuhan ekonomi yang realistis untuk pemerintahan Jokowi sebesar 5,6 persen. Inflasi diusulkan 5 persen dan SPN 3 bulan sama dengan pemerintah, kurs rupiah Rp 12.200-Rp 12.500 per dolar AS.

Fraksi Nasional Demokrasi (Nasdem) menyatakan angka pertumbuhan ekonomi 5,6 persen realistis di tengah volatilitas ekonomi dunia dan Indonesia. Apalagi krisis dapat terjadi lebih cepat sehingga Indonesia diharapkan meraih pinjaman siaga lebih kuat dari negara tetangga seperti Korea, Jepang, China dan lainnya. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini