Sukses

Ajukan PMN Rp 48,1 Triliun, Pemerintah Tak Pro Rakyat

"Rini Soemarno ketika mengurus perusahaan sendiri gagal, sekarang disuruh ngurusi perusahaan yang lebih besar," ujar Ferdinand Hutahea.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak Rp 48,1 triliun yang akan disuntikkan untuk 35 BUMN.

Menurut Pengamat ekonomi politik Asoasiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, langkah yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tidak berpihak kepada rakyat. Pasalnya, hasil dari PMN akan dinikmati oleh para birokrat saja.

"Ini mengambil keuntungan dari rakyat dan itu mengumumkan pendapatannya tiap tahun," kata dia pada acara Dialog 100 Hari Jokowi, Jakarta, Rabu (28/1/2014).

Tak sekadar itu, dia menegaskan dana yang besar kepada perusahaan pelat merah rawan akan penyimpangan. "Dana ini akan jadi bancakan orang-orang," ketusnya.

Pada kesempatan yang sama, Relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Ferdinan Hutahahean mengatakan penunjukan Menteri BUMN Rini Soemarno pun sebetulnya sudah tidak tepat.

"Rini Soemarno ketika mengurus perusahaan sendiri gagal, sekarang disuruh ngurusi perusahaan yang lebih besar," ujarnya.

Dia menambahkan, saat ini pemerintahan Jokowi ditopang oleh orang-orang yang menganut paham neoliberalisme. Hal itu berseberangan dengan prinsip Jokowi yang berpegang pada kerakyatan.

Terlihat, dari pencabutan subsidi BBM yang seharusnya untuk rakyat kecil. Kini pemerintah malah merencanakan suntikan dan untuk perusahaan pelat merah.

"Lihat Rini, PMN kepada BUMN. Ini aneh subsidi dicabut diberikan ke BUMN," tandas dia.

Ferdinand menilai Jokowi belum benar-benar berdaulat dalam menggunakan kekuasaan yang ada digenggaman tanganya. Sebab tidak ada satu komando pemerintahan ini.

Dia pun mengaku sempat meminta agar Menteri ESDM Sudirman Said mundur dari jabatannya lantaran meminta Perpu UU tentang minerba.

"Saya kira dia bagian dari mafia. Ketika UU ini berpihak kepada rakyat dimana mewajibkan para petambang membangun pengolahan (smelter) agar kita tahu berapa hasil tambang yang didapat perusahaan tambang di Indonesia," paparnya.

Ferdinand mengatakan Sudirman telah salah memahami Undang-Undang minerba yang ada."Amanat UU minerba kita sangat tegas, setahun sejak di UU maka perusahaan tambang mesti wajib membuat smelter. Tapi udah 5 tahun. Mungkin Sudirman tidak bisa membaca undang-undang dimana kewajiban membangun smelter itu setahun sejak diundang-undangkan," bebernya.

Ferdinand pun menilai jika komitmen Freeport untuk membangun smelter hanyalah omong kosong belaka lantaran smelter akan dibangun di Gresik, Jawa Timur.

Bahkan, Ferdinand menuding perpanjangan izin operasi yang diberikan pemerintah sengaja dilakukan di tengah kegaduhan pencalonan Kapolri.(Amd/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.