Sukses

MK Tolak Uji Materi UU LPS Terkait Penjualan Saham Bank Gagal

MK menolak seluruh permohonan uji materi UU LPS. Apa alasannya?

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS).

"Menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Dalam pokok permohonannya, Pemohon mempermasalahkan ketentuan Pasal 30 ayat 5 UU LPS yang menunjukkan adanya kewajiban LPS untuk menjual saham bank gagal yang tidak berdampak sistemik selambat-lambatnya pada tahun kelima, meskipun tidak mencapai tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS ataupun terdapat potensi kerugian LPS.

Kerugian yang dimaksud, yaitu kerugian dalam arti nilai jual saham bank gagal tidak sepadan dengan nilai Penempatan Modal Sementara (PMS) yang dikeluarkan LPS dalam pengelolaan bank gagal tersebut.

Sementara ketentuan Pasal 38 ayat 5 UU LPS, memunculkan potensi bahwa Pemohon akan dianggap merugikan keuangan negara ketika nilai penjualan bank gagal dimaksud kurang dari tingkat pengembalian optimal yang dikehendaki oleh UU LPS.

Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah berpendapat, pengaturan penjualan bank gagal yang berdampak sistemik, dalam kaitannya dengan tingkat pengembalian yang optimal dan jangka waktu penanganan bank gagal tersebut oleh LPS, memiliki kesamaan substansi dengan pengaturan penjualan bank gagal yang tidak berdampak sistemik yang diatur dalam Pasal 30 ayat 5 UU LPS.

Dengan demikian, menurut Mahkamah, substansi pertimbangan hukum Mahkamah tersebut berlaku mutatis mutandis bagi pertimbangan hukum pengujian konstitusionalitas Pasal 38 ayat 5 UU LPS.

Kemudian mengenai tindakan LPS pada tahun keenam menjual saham bank gagal, menurut Mahkamah, tindakan tersebut adalah perintah undang-undang, yaitu perintah Pasal 42 ayat 5 UU LPS.

Atas dasar perintah undang-undang tersebut, tindakan penjualan saham bank gagal oleh LPS tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan pidana yang merugikan keuangan negara, selama penjualan saham bank gagal dimaksud telah dilakukan secara terbuka dan transparan sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat 2 UU LPS.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya


Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat, ketentuan Pasal 42 ayat 5 UU LPS tidak melanggar atau tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3, Pasal 28C ayat 2, dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, sehingga permohonan Pemohon mengenai pasal a quo tidak beralasan menurut hukum.

Sebagaimana diketahui, Pemohon dalam hal ini Kartika Wirjoatmojo diwakili kuasa hukumnya Eri Hertiawan menjelaskan latar belakang permohonan. Bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat 2 UU LPS, dalam menangani dan menyelamatkan bank gagal, Pemohon secara langsung telah diberikan kewenangan oleh UU untuk mengambilalih segala hak dan kewenangan pemegang saham (pemegang saham lama) pada bank gagal yang diselamatkan.

Secara lebih spesifik, berdasarkan Pasal 30 ayat 1, Pasal 38 ayat 1, dan Pasal 42 ayat 1 UU LPS, Pemohon telah diberikan wewenang serta kewajiban untuk menjual seluruh saham pada bank gagal yang diselamatkan.

Dengan adanya frasa 'wajib menjual seluruh saham Bank' dalam ketentuan-ketentuan di atas telah jelas Pemohon diberikan tugas dan kewenangan untuk menjual seluruh saham bank gagal yang diselamatkan. Baik saham milik Pemohon yang berasal dari penyertaan modal maupun saham milik pemegang saham lama pada bank gagal yang diselamatkan.

Namun demikian, menurut Pemohon, dalam Pasal 45 UU Pasar Modal terdapat frasa yang dapat menghambat Pemohon dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya untuk menjual seluruh saham pada bank gagal. Khususnya saham milik pemegang saham lama yang tercatat di bursa.

Artinya, dalam konteks penanganan bank gagal, apabila  pemegang saham lama tidak memberikan perintah, tidak memberikan surat kuasa kepada Pemohon, maka kustodian tidak dapat mengeluarkan saham tersebut. sekalipun terdapat permintaan dari pihak lain yang telah diberikan kewenangan berdasarkan UU untuk menjual saham tersebut.

Supaya ada jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap Pemohon melaksanakan tugas dan kewenangannya, ketentuan Pasal 30 ayat 5, Pasal 38 ayat 5, dan Pasal 42 ayat 5 UU LPS harus ditafsirkan bahwa apabila pada tahun ke-5 (pada bank gagal yang tidak berdampak sistemik) atau tahun ke-6 (pada bank gagal berdampak sistemik) Pemohon menjual saham bank gagal di bawah tingkat pengembalian yang optimal, maka tindakan tersebut merupakan tindakan sah dalam rangka menjalankan kewajiban hukum Pemohon serta tidak dapat dituntut. (Oscar/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini