Sukses

Nelayan Bali Desak Aturan Menteri Susi Soal Lobster Dicabut

Negara China, Hong Kong, dan Taiwan sebagai negara yang membeli dengan harga mahal lobster ukuran 100 gram-300 gram.

Liputan6.com, Denpasar - Himpunanan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) gruduk DPRD Provinsi Bali. Mereka melakukan dengar pendapat mengenai Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan.

Kedatangan Himpunan Nelayanan Seluruh Indonesia (HNSI) wilayah Tabanan, Badung dan Jembrana di gedung DPRD Provinsi Bali diterima langsung oleh Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, Ketua Komisi II DPRD Bali, I Ketut Suwandhi didampingi oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Bali, Tjok Gede Asmara Putra dan Sekretaris Komisi II DPRD Bali, I Made Budastra. Hadir juga Kadis Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali Ir. I Made Gunaja.

Ketua HNSI Cabang Tabanan, I Ketut Arsana Yasa mengatakan, paska dikeluarkannya Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015 yang mengatur mengenai pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan sangat memberatkan para nelayan. "Sulit untuk menangkap lobster sesuai dengan Permen KP No.1/2015," ungkapnya di DPRD Bali, Jumat (30/1/2015).

Menurutnya sejak tahun 2009, hasil tangkapan nelayan lobster mengalami peningkatan, yakni 400 kg - 600 kg perbulan. Dua tahun terakhir nelayan lobster mengalami peningkatan. Setiap bulannya mencapai 1,4 kg-2 ton dengan ukuran lobster 100 gram-300 gram mencapai 96 persen. Untuk ukuran lobster 100 gram-200 gram yang menempati posisi 87 persen dari 97 persen hasil tangkapan nelayan lobster.

“Negara China, Hong Kong, dan Taiwan sebagai negara yang membeli dengan harga mahal lobster ukuran 100 gram-300 gram dan merupakan permintaan terbanyak,” tegasnya.

Menurut Ketut Arsana, yang mendominasi tangkapan dari para nelayanan lobster di Bali di bawah ukuran 200 gram yang kemudian berseberangan dengan peraturan Kementerian Perikanan dan Kelautan yang memperbolehkan menangkap lobster dengan ukuran di atas 200 gram.

"Kami sangat berharap DPRD Bali sebagai wakil dari rakyat untuk memperjuangkan aspirasi kami, karena nelayan lobster dan kepiting telah mati. Perjuangkan hak-hak kami dan memohon untuk mencabut kembali Permen KP No.1/2015," katanya.

"Pengelolaan Negara indikatornya adalah kesejahteraan masyarakat, maka, apapun keputusannya yang diambil oleh Kementrian sebagai penyelenggara Negara harus musyawarah baik dengan DPR RI dengan para nelayan dan sebagainya, bukannya langsung mengeluarkan peraturan yang membebankan para nelayan," tegasnya.

Sementara usai dengar pendapat dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama mengatakan, dengan adanya Permen KP No. 1/2015 para nelayan khususnya diwilayah Badung, Tabanan dan Jembrana sangat membebankan para nelayan tersebut, karena peraturan dari Kementerian dan Kelautan mengatur mengenai besaran dari hasil tangkapan lobster yang diekspor ke luar Negeri. Para Nelayan Lobster, Kepiting dan Rajungan merasa keberatan atas Permen KP No. 1/2015. Pasalnya, harga pasaran lebih tertarik kepada ukuran lobster (baby lobster) 100-200 gram. Dengan adanya peraturan ini telah memutus mata rantai kehidupan para nelayan lobster tersebut.

Aspirasi dari HNSI akan disampaikan kepada pihak eksutif, Kementrian terkait, dan DPR RI untuk menyikapi mengenai keluhan yang disampaikan oleh para nelayan. Pasalnya, saya melihat potensi lobster yang dimiliki sangat membantu perekonomian dari nelayan. Sebagai wakil rakyat sudah menjadi sebuah tanggung jawab moril untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, salah satunya aspirasi yang disampaikan oleh nelayan lobster, kepiting dan rajungan. (Dewi Divianta/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.