Sukses

Ini Kabar Terbaru Soal Proyek Tanggul Garuda Raksasa

Perbedaan perhitungan panjang tanggul yang akan dibangun menjadi alasan pengerjaan Proyek Garuda Raksasa berjalan lambat.

Liputan6.com, Jakarta - Mega proyek pembangunan tanggul raksasa (Giant Sea Wall) di utara Jakarta atau yang sering disebut dengan Proyek Garuda Raksasa berjalan lambat. Padahal, proyek yang pemancangan batu pertamanya dilakukan oleh Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut telah diluncurkan sejak Oktober 2014 lalu.

Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Mudjiadi mengatakan lambatnya pembangunan Proyek Garuda Raksasa tersebut karena ada permasalahan perbedaan perhitungan panjang tanggul yang harus dibangun.

"Tanggul laut, dulu waktu perhitungan kasar 32 kilometer (km), tetapi begitu di lapangan yang dulu harusnya lurus jadi belok-belok karena ada bangunan dan sebagainya. Sekarang jadinya 54 km, itu pengukuran terakhir," ujarnya di Kantor Kementerian PU-Pera, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Dia menjelaskan, sebelum ada pengukuran ulang tersebut, ditetapkan bahwa pemerintah akan membangun tanggul sepanjang 8 km. Sedangkan sisanya sepanjang 24 km akan dibangun oleh pengembang.

Dirincikan, 8 km bagian pemerintah akan dibagi dua yaitu pemerintah pusat akan membangun 4 km sedangkan pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah provinsi DKI Jakarta akan membangun 4 km. Sedangkan 24 km yang akan dibangun oleh beberapa pengembang antara lain  PT Kapuk Naga Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Manggala Krida Yuda, dan PT Pelindo.

Para pengembang tersebut akan membangun tanggul dalam bentuk pulau-pulau yang berjumlah 17 pulau buatan atau pulau hasil reklamasi.  "Tapi itu kebijakan sebelumnya. Sekarang karena 54 km, kebijakannya mau seperti apa, ini belum diputuskan," tandasnya.

Tanggul tersebut diperlukan karena adanya land subsidence (penurunan muka tanah) di Jakarta Utara yang terjadi dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan yaitu 7,5 cm per tahun. Jika hal ini tidak dilakukan diperkirakan Jakarta akan berada di‎ bawah permukaan laut pada 2030.

Akibatnya pada waktu tersebut ke 13 sungai yang melewati Jakarta tidak dapat mengalirkan airnya lagi secara gravitasi ke Teluk Jakarta. Oleh karena itu, pembangunan tanggul tersebut hukumnya wajib, untuk menghindari Jakarta tenggelam. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.