Sukses

Target Swasembada Tak Tercapai, Menteri Pertanian Siap Dicopot

Ada 5 persoalan besar yang menghambat untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian mempunyai tugas berat di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, kementerian ini mendapat target untuk bisa mewujudkan swasembada pangan paling lambat 5 tahun ke depan. Jika tak mampu mencapai dari setiap tahapan dari target yang ditetapkan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sampai dengan direksi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pertanian siap diberhentikan sebelum masa jabatan berakhir.

Amran menyatakan, program swasembada dalam tempo 5 tahun mengundang pesimistis dari sejumlah kalangan. Pasalnya ada 5 persoalan besar yang menghambat untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut. 

"Pertama, soal 52 persen irigasi di seluruh Indonesia mengalami kerusakan atau seluas 33 juta hektare (ha). Kedua masalah pupuk yang banyak dioplos dengan jumlah 50 ton sampai 100 ton per hari," ujar dia di JFSS, Jakarta, Jumat (13/2/2015).

Ketiga, menyangkut benih di mana serapannya hanya mencapai 20 persen di tahun lalu. Padahal, menurut Amran, benih merupakan tulang punggung sektor pertanian. Lanjutnya, masalah keempat soal alat pertanian yang kurang memadai dibanding negara lain terutama Thailand. Perbandingannya sepersepuluh dari negara tersebut.

"Kelima, kurangnya penyuluh pertanian sebanyak 20 ribu orang, idealnya satu desa satu penyuluh. Jadi ini harus segera diakselerasi," ucap Amran.

Namun, dia berjanji akan memperbaiki irigasi yang rusak seluas 1,5 juta ha dalam kurun waktu 3 tahun. Soal irigasi ini sebenarnya permasalahan 20-30 tahun lalu, namun diabaikan sehingga menjadi batu sandungan bagi program swasembada pangan.

Selanjutnya, Kementerian Pertanian akan mengatur distribusi pupuk dan benih agar bisa meningkatkan produksi pertanian menjadi 73 juta ton pada tahun ini atau naik dibanding sebelumnya 70 juta ton.

Amran memaparkan, Indonesia kehilangan peluang menggenjot produksi pertanian 3 juta ton per tahun akibat kerusakan irigasi. Sementara penyerapan benih yang rendah menghilangkan 3,5 juta ton. Peluang yang hilang tersebut terjadi karena ada ego sektoral yang dapat menghancurkan sektor pertanian.

Tak membiarkan ego sektoral tersebut terus terjadi, Amran pun akhirnya mendatangi Direktur Utama Sang Hyang Seri langsung setelah ia menjabat sebagai menteri.

"Mungkin saya menteri pertama yang menemui Direktur. kenapa benih cuma terserah 20 persen, lalu dikatakan karena BRI yang tidak mencairkan dana lantaran neraca tidak bankable. Akhirnya saya bilang, akibat masalah ini kita bisa sengsarakan rakyat dan petani. Kalau sampai gara-gara benih menghadap ke Presiden kan dianggap tidak mampu," terang dia.

Akhirnya setelah mencari solusi, Amran mengaku, persoalan benih yang sudah mengendap 7 bulan tuntas hanya dalam waktu 30 menit. Untuk itu, dia bersama seluruh stakeholder pertanian seperti SHS, Perum Bulog sudah berkomitmen siap menghadapi kemungkinan terburuk yaitu dicopot dari jabatannya apabila timbul kembali masalah keterlambatan penyaluran benih dan pupuk.

"Kalau pupuk dan benih terlambat lagi, manajer sampai direktur akan dicopot, saya pun siap. Ini sudah menjadi kesepakatan bersama antara Kementerian Pertanian dengan stakeholder pertanian SHS, Bulog dan lainnya," tegas Amran. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.