Sukses

Berkat Wejangan Menteri Susi, Nelayan Setuju Lakukan Aturan Ini

Kebijakan larangan bongkar muat ikan di tengah laut dinilai akan membuat sektor maritim Indonesia makin berdaulat.

Liputan6.com, Jakarta - Nelayan tuna menerima keputusan kebijakan larangan bongkar muat ikan di tengah laut (transshipment) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun 2014.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Long Line (Atli), Dwi Agus mengaku, pihaknya tak menerima saat awal peraturan tersebut dikeluarkannya. Ia menilai,larangan tersebut menyakitkan bagi nelayan tuna.

"Jadi selama ini bu Menteri mengeluarkan Peraturan Menteri menyakitkan," kata Dwi, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Jumat (27/2/2015).

Namun setelah mendengarkan wejangan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, anggota Asosiasi Tuna Long Line menyambut baik larangan tersebut.  Menurut Dwi, peraturan tersebut akan membuat sektor perikanan Indonesia berdaulat.

"Pemerintah menginginkan satu keinginan yang benar mulia, artinya Indonesia buat ikan asal Indonesia tidak buat serampangan, betul berdaulat di negara sendiri," tutur Dwi.

Dwi mengungkapkan, sebelum ada peraturan tersebut biasanya tuna yang diburu langsung diekspor ke Jepang. Namun kini pihaknya akan mengikuti aturan tersebut meski wilayah pencarian tuna berdekatan dengan luar negeri.

"Kami di Tuna long line selalu mengejar tuna segar yang kami kirim ke Jepang bisa membuka transhipment secara geografis di negara tetangga, kami bermain di Samudera Hindia tidak mungkin membawa ke luar negeri.  Kami mengerti jadi memang betul mau tak mau dipikirkan bersama bagaimana poros maritim yang dicanangkan bisa dilakukan bersama stakeholder," pungkasnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan larangan bongkar muat kapal di tengah laut. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, larangan bongkar muat kapal di tengah laut ini banyak kerugian. Lantaran bukan hanya hasil tangkapan saja yang dipindahkan antar kapal di tengah laut, melainkan juga bahan bakar minyak bersubsidi.

Susi mencontohkan, kasus transhipment banyak terjadi di wilayah peraturan Natuna. Banyak kapal berbendera Hong Kong yang melakukan kegiatan itu. (Pew/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini