Sukses

Kekhawatiran Sanksi Iran Dicabut Picu Harga Minyak Kembali Jatuh

Sejumlah berbagai sentimen terutama pasokan minyak yang kembali berlimpah terutama dari Iran dan Libya dorong harga minyak turun.

Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia cenderung tertekan di awal pekan pertama Maret 215 seiring ada spekulasi dari kesepakatan nuklir yang bisa mencabut sanksi Iran. Hal ini dapat meningkatkan ekspor minyak Iran sehingga menambah pasokan tinggi ke pasar.

Selain itu, produksi minyak mentah Libya meningkat dan dolar menguat juga menekan harga minyak Brent. Di awal pekan ini, harga minyak mentah acuan berjangka Brent untuk pengiriman April jatuh di bawah support US$ 60 per barel. Harga minyak ditutup melemah US$ 59,54.

Berbagai macam sentimen mempengaruhi harga minyak Brent. Sentimen terutama datang dari Iran. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, kesepakatan mengenai program nuklir Iran dapat disimpulkan pada pekan ini. Hal itu terjadi jika Amerika Serikat (AS) dan negara barat lainnya telah memiliki kemauan politik untuk menghapus sanksi.

Ekspor minyak Iran telah dibatasi selama beberapa tahun seiring saksi AS dan Eropa. Meski pemerintah Iran mengatakan, rencana nuklirnya untuk tujuan damai.

Analis percaya, Iran akan mampu mendongkrak penjualan minyaknya cukup cepat tanpa pembatasan sehingga mendongkrak ekspor hingga 1 juta barel per hari (bph).

Berdasarkan survei Reuters pada pekan lalu menunjukkan Iran telah memompa minyak sekitar 2,8 juta barel per hari pada Februari 2015. Selain itu, harga minyak Brent berjangka tertekan juga karena data produksi minyak Libya yang tumbuh di atas 400 ribu barel per hari dari 363 ribu barel per hari pada Januari. Kenaikan dolar ke level tertinggi dalam 11 tahun juga menekan komoditas.

Harga minyak Brent tertekan juga diikuti harga minyak mentah acuan AS ke level US$ 49,59 per barel usai laporan persediaan minyak. Ada sekitar 1,4 juta barel minyak untuk pengiriman minyak di Cushing dibandingkan ekspektasi perdagangan sekitar 2 juta barel.

"Harga minyak dunia memang reli pada pekan lalu. Tetapi kenyataannya adalah surplus besar minyak tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga secara global," ujar Dominick Chiritella, Analis Energy Management Institute seperti dikutip dari laman Reuters, Selasa (3/3/2015). (Ahm/)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.