Sukses

Rupiah Jebol, Investor Bakal Hengkang dari RI?

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat menembus level Rp 13.000 dinilai akan membuat kekhawatiran investor untuk menanamkan

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang sempat menembus level Rp 13.000 dinilai akan membuat kekhawatiran investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Aliran modal  yang  masuk terancam keluar lagi.

Ekonom dari Center Of Reform On Economics (CORE) Akhmad Akbar Susanto mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah akan menguntungkan ekspor Indonesia karena diiringi penurunan laju impor. Sayangnya ada dampak negatif akibat depresiasi tersebut.

"Nilai kurs yang tinggi membuat sebagian investor akan keluar, uang (yang masuk) akan keluar. Tapi saya nggak bisa bilang berapanya," ujar dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa (3/3/2015).

Level Rp 13.000 per dolar AS, menurut Akhmad sudah tidak wajar mengingat nilai tukar rupiah menembus angka itu terakhir pada 1999. Sayangnya, dia enggan menjelaskan tren kurs rupiah ke depan. "Kalau melihat sejarahnya sih sudah tidak wajar. ‎Nggak terlalu objektif," pungkas dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya mengungkapkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terjadi belakangan ini tidak perlu dikhawatirkan. Menurutnya, pelemahan rupiah sangat baik untuk mendukung ekspor nasional.

"Kalau rupiah melemah, berarti Ekspornya bagus, pendapatan rakyat lebih banyak ekspor, impornya akan lebih sulit," jelasnya.

Ia pun menjelaskan, pelemahan rupiah saat ini tidak hanya dialami oleh Indonesia saja tetapi juga beberapa negara lain. Pelemahan rupiah di hari ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan suku bunga acuan oleh Bank Central China.

Penurunan suku bunga tersebut membuat nilai tukar yuan melemah sehingga menopang penguatan dolar AS sehingga menekan rupiah. Selain itu, kondisi di Eropa juga membuat penguatan dolar AS sehingga menekan rupiah.

"Ya itu kan hubungannya dengan ekonomi China, Eropa, macam-macam pengaruhnya. Eropa melemah karena Yunani, Spanyol, akibatnya dolar menguat," tuturnya. (Fik/Ndw)

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini