Sukses

Aturan Pemerintah Hambat Kinerja Industri Rokok

Total volume produksi IHT tahun lalu mencapai 334,4 miliar batang, turun dari realisasi tahun 2013 sebesar 339,6 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengeluhkan  kinerja industri hasil tembakau (IHT) nasional relatif stagnan bahkan sedikit menurun pada tahun lalu. Salah satu penyebab penurunan tersebut karena pemerintah terus mengekang industri rokok.

"Total volume produksi IHT tahun lalu mencapai 334,4 miliar batang, turun dari realisasi tahun 2013 sebesar 339,6 miliar," ujar Ketua Harian Gaprindo Muhaimin Moeftie dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Dia menjelaskan, ada beberapa faktor menyebabkan hal ini, seperti penerapan ketentuan peringatan kesehatan bergambar, implementasi pajak daerah, pergeseran preferensi konsumen yang mengakibatkan penutupan pabrik dan PHK masal di segmen sigaret kretek tangan (SKT), serta diakhiri dengan pengumuman kenaikan tarif cukai untuk APBN 2015.

Saat ini, lanjut Moeftie, pasar rokok di Indonesia, masih didominasi oleh rokok kretek, baik sigaret kretek tangan (SKT) maupun sigaret kretek mesin (SKM) yang mencapai 94 persen dari total volume industri. Sedangkan segmen sigaret putih mesin (SPM), kurang dari 6 persen.

"Khusus di segmen SPM, dari tahun 2009 hingga 2014, volume produksi tidak pernah melampaui 6,5 persen dari total industri rokok nasional. Segmen SPM terbilang relatif kecil, bahkan, volumenya terus mengalami penurunan sejak tahun 2013," katanya.

Moeftie menilai, secara historis, pasar segmen SPM pernah menyentuh 40 persen dari total volume produksi industri nasional pada tahun 1980. Namun dengan semakin populernya rokok kretek di Indonesia, khususnya segmen SKM, volume produksi segmen SPM tergerus dari tahun ke tahun, hingga mencapai 5,7 persen dari total volume produksi nasional di tahun 2014.

"Sangat sulit atau bahkan mustahil bagi segmen SPM untuk dapat kembali pada posisinya seperti tahun 1980 karena preferensi konsumen perokok dewasa bukanlah hal yang mudah untuk berubah. Namun demikian, segmen SPM tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam IHT Indonesia dan perlu mendapatkan perlindungan," jelas dia.

Sementara itu, tahun ini akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi IHT, khususnya bagi segmen SPM. Berdasarkan APBN 2015 kenaikan tarif cukai rata-rata untuk segmen SPM mencapai 12 persen, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan segmen – segmen lainnya.

"Tantangan tersebut akan bertambah dengan adanya pengumuman Pemerintah mengenai APBN-P 2015 yang berencana untuk menaikkan target cukai rokok sebesar 27 persen. Rencana kenaikan yang sangat drastis ini tentunya akan sangat membebani seluruh IHT, khususnya segmen SPM," katanya.

Selain permasalahan fiskal, IHT juga dihadapkan pada regulasi eksesif seperti Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.1 tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang.

Peraturan ini bertentangan dengan dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame maupun Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Pada ketentuan Perda Nomor 9/2014 dan PP Nomor 109/2012, iklan rokok di media luar ruang tetap dapat dilakukan di area-area tertentu dan tidak boleh dilakukan pada jalan protokol atau utama, namun demikian bukan pelarangan total seperti yang diatur dalam Pergub Nomor 1/2015.

IHT merupakan industri padat karya yang mempekerjakan jutaan orang di mata rantai produksi dari hulu sampai hilir dan merupakan salah satu kontributor utama dalam pendapatan negara maupun daerah. Untuk itu, Gaprindo berharap agar Pemerintah dapat terus melindungi IHT melalui kebijakan regulasi maupun cukai, agar keberlangsungannya tetap terjaga. (Dny/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini