Sukses

Rugi Rp 4,83 Triliun, Bos Garuda Ogah Ikhlaskan Utang Merpati

Perkembangan restrukturisasi Merpati belum menemui titik terang dari pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk menyatakan rugi bersih sebesar US$ 371,97 juta atau Rp 4,83 triliun (esktimasi kurs Rp 13.000 per dolar AS) pada periode 2014, salah satunya disumbang dari utang PT Merpati Nusantara Airline (MNA). Total utang maskapai penerbangan pelat merah itu mencapai US$ 40 juta kepada Garuda.

Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Ari Askara mengungkapkan, kinerja keuangan perseroan tahun lalu dipengaruhi adanya impairment loss yang dialami perusahaan sebesar US$ 113,5 juta.

"Angka itu dari proses early termination, re-evaluasi aset serta investasi yang dilakukan perusahaan penerbangan Merpati Nusantara Airline dan Gapura Angkasa," kata dia usai Analyst Meeting di kantornya, Jakarta, Jumat (20/3/2015).

Ari menerangkan, perkembangan restrukturisasi Merpati belum menemui titik terang dari pemerintah. Sehingga perseroan mencatatkan utang Merpati itu sebagai pendapatan yang hilang.  "Tahun ini kami bukukan utang Merpati US$ 21 juta sebagai pendapatan yang hilang dari US$ 19 juta pada 2014. Jadi totalnya US$ 40 juta," tuturnya.

Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Arif Wibowo, utang Merpati tersebut sudah cukup lama dan jumlahnya terus membengkak. Utang Merpati ke Garuda berupa biaya peralatan pesawat dan sebagainya.

Namun demikian, mantan Direktur Utama Citilink itu menegaskan, perseroan tetap akan menagih utang Merpati meski penanganannya oleh pemerintah masih tarik ulur dan jalan di tempat.

"Tidak kami ikhlaskan, karena meraka tetap tercatat masih berutang pada kami. Kami akan tagih, karena ada surat penandatanganan Garuda dan Merpati yang menyatakan masih sebagai utang," ucap Arif.  



Ia melanjutkan, Selain karena utang dari Merpati, faktor lain yang membuat Garuda merugi adalah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan nilai tukar tersebut membuat ongkos operasional Garuda membengkak sehingga menggerus pendapatan.

"Pertama, faktor eksternal yang kuat sekali dan kedua, karena investasi jor-joran yang dilakukan Garuda untuk menjadi pemain global," kata dia.

Lebih jauh dijelaskannya, Garuda Indonesia telah mendatangkan 34 pesawat sepanjang tahun lalu. Termasuk untuk anak usaha emiten berkode GIAA itu, Citilink.

Pasalnya induk dan sayap usaha Badan Usaha Milik Negara tersebut sedang tumbuh dan mempersiapkan diri untuk menjadi pemain di kancah domestik, regional dan internasional sehingga investasi menjadi hal mutlak.  (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini