Sukses

Kemenperin Usulkan Cukai Rokok Ini Tetap Rendah

Minat masyarakat untuk rokok sigaret kretek tangan dapat terjaga bila cukai tidak dinaikkan.

Liputan6.com, Kediri - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginginkan supaya cukai untuk rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) tetap rendah. Hal itu untuk melindungi industri rokok yang bergerak di sektor bisnis SKT. Apalagi, kini SKT sudah mulai ditinggalkan karena trennya bergeser ke Sigaret Kretek Mesin (SKM).

"Jadi Kemenperin mengusulkan SKT golongan 3 tidak dinaikkan, sudah diakomodasi Kementerian Keuangan. 3B nol rupiah 3A Rp 10 per batang," kata Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kemenperin Faiz Achmad, di Kediri, Jumat (27/3/2015).

Dia menambahkan, cukai SKT tidak dinaikkan maka perbedaan harga antara SKM dan SKT lebih tinggi sehingga minat masyarakat untuk SKT tetap terjaga.

"Itu menunjukkan keinginan Kemenperin mempertahankan SKT tidak bertabrakan SKM. Jadi supaya disparitas harga beda. SKT masih punya ruang pasar," ujar Faiz.

Dia menerangkan, produksi rokok mencapai 346,3 miliar batang pada 2014. Produksi tersebut naik tipis dari tahun sebelumnya 346 miliar batang. Kenaikan produksi tipis karena penerapan pajak daerah yang diterapkan pada 2014.

Dari 346,3 miliar komposisinya sebanyak 66 persen merupakan SKM, kemudian 26 persen dari SKT, dan 6 persen SPM. Lalu, sisanya sekitar 2 persen untuk klobot, menyan dan cerutu. Memang selisih antara SKM dan SKT terlampau jauh. Dia ingin tidak ada perubahan cukai untuk SKT.

"Harapan bisa dipertahankan dengan cukai SKT yang tidak naik," ujarnya.

Manajemen PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mengungkapkan, saat ini produsen rokok juga terhimpit oleh persoalan kampanye anti rokok yang berpengaruh pada semua segmen rokok termasuk SKT. Padahal, industri sigaret kretek tangan memberikan lapangan pekerjaan.

"Kami inginnya SKT dan SKM kuat. Dalam hati kami SKT jauh harusnya lebih kuat karena padat karya. Tapi regulasi dan kampanye sedemikian rupa bikin SKT hancur," terang Wakil Direktur PT Gudang Garam Tbk Slamet Budiono.

Dia pun meminta pemerintah memberikan kebijakan yang tepat untuk mendorong SKT. "Kampanye anti rokok SKT lebih membahayakan high tar dibanding low tar apa anda pilih SKT? Bagi kami , kalau memang pemerintah bijak, SKT harus digalakan karena padat kerja," kata Slamet. (Amd/Ahm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.